Pelajaran Mengarang [CERPEN]

Pelajaran Mengarang

Amelia Rosliani


sumber gambar : wallpaperbetter.com

Aku kerap kali dilibatkan dalam percapakan lisan maupun obrolan yang diubah menjadi tulisan. Kadang bahasaku selalu disandingkan keadaan nyata manusia saat berbicara, padahal amat berbeda. Beberapa aktivitas keseriusan pun acapkali selalu dibandingkan denganku, nyatanya berbeda. Kami sama-sama aktivitas kognitif, melibatkan penalaran, berbedanya hanya dari segi objeknya.

“Aduh susah sekali, kamu sudah belajar belum Nda?” Ucap Reno dengan tergesa-gesa membuka buku catatannya bertanya kepada Wanda kawan sebangkunya.

Banyak sekali iklan yang lewat sebelum ia mengerjakan tugas, entah makan cemilan dahulu, minum es, atau mengobrol dengan kawan yang lewat di hadapannya.

“Kemarin malam kan aku nonton pertandingan bola denganmu Ren, di kantor desa” Jawab Wanda dengan tersayu-sayu menahan kantuknya.

Kedua sahabat tersebut selalu mendapat teguran oleh Pak Yunan karena belum menyelesaikan tugas laporannya. Pak Yunan selalu menyoret buku catatan duo sejoli tersebut karena kerumitan tulisannya yang mesti berpikir ulang untuk dibaca.

“Kamu jawab apa, soal nomor 11 tadi Nda?” kata Reno dengan panik

“Aah aku mengarang saja, nanti juga akan ada perbaikan di akhir” Saut Wanda, dengan sangat enteng menjawab pertanyaan Reno.

Tidak berapa lama, lembar ulangan mereka pun dikumpulkan.

vvv

Kesulitan mereka hanya satu, bagaimana menulis dengan catatan yang rapi dan mudah dibaca oleh pembacanya. Jangankan oleh pembaca, untuk dibaca oleh Pak Yunan pun tulisan mereka butuh memakai kaca pembesar agar terbaca secara normal.

“Ren, bahasa kita mudah padahal ya, tapi kenapa selalu bingung kalau ulangan Pak Yunan. Hidupku seakan dipertaruhkan di menit itu ajaa Ren. Hadeuh” Celetuk Wanda, mengeluh penuh iba.

Orang-orang banyak sekali mengalami kekeliruan dalam mengartikanku, aktivitas penalaran penuh dengan kata-kata. Acapkali menjadi kesulitan bagi mereka yang tidak gemar membaca, atau bahkan menyukai buku.

Padahal, dalam kesehariannya amat tidak jauh dengan percakapan yang dikuasai, serta kosa kata yang dimiliki. Aneh. Alih-alih mendapatkan hasil yang maksimal tapi tidak mau mendekatiku. Padahal ada banyak cara untuk menguasainya.

Aku, kerap kali yang sering mereka acuhkan dan keluhkan. Tapi, lupa untuk mendekatiku.

Terlalu bingung, mungkin.

Untuk membedakan mana kegiatan yang membutuhkan keseriusan dan meluapkan ekspresi. Di hidupku penuh dengan kata-kata bukan dengan angka.


Komentar