SOEKARNO HATTA, 2019
[4]
sumber gambar : pinterest.com
vJv
Jakarta 2016
“Kaa, keputusan di tangan kamu mau
mengikuti ayah atau ibu” kata-kata pengajuan pilihan itu keluar secara langsung
dari mulut ibu Keyla.
Pascasidang perceraian
kedua orang tuanya Keyla diberikan memilih untuk tinggal dan ikut dengan siapa.
Ibu yang tinggal di Kota Kembang, menjadi wanita karier dan single parent
mengurusi Keyla di Bandung atau tinggal bersama ayah yang harus berdinas ke
beberapa daerah di luar negeri.
Kehidupan Keyla berubah
pada saat jauh dengan orang tua semenjak SMA, dia memilih jalannya sendiri
untuk menjadi anak rantau di usia yang sangat belia. Ia memutuskan untuk
menjadi anak kosant sedari awal pada saat memilih sekolah menengah atas
di Jakarta. Hidup di ibu kota mengajarkannya untuk menjadi mandiri pada saat
jauh dengan orang tua, memilih untuk tidak ikut dengan kedua orang tuanya pun
menjadi pilihan yang sangat sulit yang diterima oleh kedua orang tuanya. Apalah
daya, sifat Keyla yang keras kepala mengharuskan kedua orang tuanya memberikan
kepercayaan sedini mungkin, demi kebaikan buah hati semata wayangnya.
“Aku pilih di Jakarta saja ya Yah,
Bu, bukan aku gamau mengikuti keinginan kalian tapi aku pengin rasanya hidup
mandiri dari SMA sampai kuliah, ayah dan ibu percayakan saja ya ke aku” ujar
Keyla pada saat meyakinkan kedua orang tuanya untuk meminta izin menjadi anak
kosant di ibu kota.
Sepenggal memori masih
terlintas di Keyla, bagaimana rasanya jauh dengan kedua orang tuanya. Walaupun
tidak ada satupun rasa kasih sayang yang tidak ia terima dari kedua orang
tuanya. Keyla menjadi anak yang sangat penyendiri semenjak duduk di kursi
sekolah menengah atas. Berbincang dengan buku menjadi keharusan yang ia lakukan
pada saat menyendiri, buku seolah menjadi kawan lamanya dia untuk berbagi kisah
dan kasih.
Menjadi anak tunggal bagi
Keyla sering merasakan kesepian jika hari liburan tiba. Sebelum perceraian
orang tuanya, Keyla sudah sangat mandiri dan jauh dengan orang tua, ayah dan
ibunya menjadi orang tua karier yang sangat aktif berdinas ke luar kota dan
luar negeri berkaitan dengan pekerjaan. Kadang yang dilakukannya pun cukup
memesan kamar di hotel dan menikmati waktu liburan seorang diri dengan memakai
fasilitas dari kantor ayahnya. Begitu pun seterusnya, hari-hari berlalu dan
sampai ia menginjak di usia 20 tahun dan menyandang mahasiswa.
vvv
Bandung, 2018
“Bagaimana Pak dengan skripsi saya?
Apa ada revisi yang mesti saya perbaiki” sautnya di ruangan dosen Keyla
bimbingan.
“Bagian ini sudah bagus, ada korelasi
dengan penelitian kamu Key, tapi tolong dokumentasinya disertakan di laporan
berikutnya ya” ujar dosen pembimbing skripsi Keyal, memberikan saran.
“Baik Pak, nanti akan saya sertakan
di laporannya”
Tidak berapa lama Keyla
meninggalkan ruangan dosen, dengan wajah berbinar-binar akhirnya ada kejelasan
hidup bagi dia untuk memakai toga di akhir tahun 2019 ini. Sungguh euphoria
bagi seorang mahasiswa pada saat telah menyelesaikan jenjang pendidikannya
ialah mampu memakai toga dan siap menghadapi jalan kehidupan berikutnya.
Namun, kegalauan itu pun
datang dengan tanpa permisi menghampiri si pemilik perasaan dan hati bernama
manusia. Manusia tidak dapat menolak akan takdir, tapi bisa menepisnya dengan
mengisyaratkan dengan logika. Manusia makhluk berharap, terlebih kepada manusia
yang lainnya.
“Mah, gue punya rencana nih gimana
kalau kita pergi ke Kalimantan yuk” dengan nada antusias Keyla ke mimah
mengajak untuk merantau lagi.
“Ya Allah key, cukup lu aja deh yang
pengen tinggal di hutan sendirian tanpa adanya pengganggu lu ketika lu lagi
tidur siang kan?” sewotnya mimah keluar, pada saat mendengar ajakan Keyla yang
sangat absurd
“Jadi gini mah” saut Keyla dengan
merapikan posisi duduknya penuh serius berbicara kepada teman dekatnya.
“Jadi gini jadi gitu, gini gitu lama
lama gak jadi-jadi, emang ya key kalo punya ide itu yang rasional dikit kek”
lagi-lagi mimah mengomelinya dengan nada ngegasnya yang khas.
“Gue masih pengen menikmati hidup,
dan menikmati dunia kapitalisasi ini terhadap mode” saut mimah dengan raut
wajahnya tertawa. Temannya yang satu ini cukup mengenal Keyla sangat dekat,
ternyata selain urusan pribadinya Keyla ada yang tidak ia ketahui, semuanya ia
ketahui sampai jalan pikirannya.
Rencana Keyla untuk
mengikuti pengabdian di daerah terpencil dan terdalam rasanya tidak hilang
sampai di semester akhir ini justru menjadi semakin penasaran setelah
mendapatkan acc dari dosen pembimbing skripsinya untuk melanjutkan ke
tahapan berikutnya yaitu wisuda. Sehabis wisuda ia berencana untuk memulai hari
itu di perantauan baru yaitu di tanah Borneo.
vvv
Sehabis wisuda
berlangsung Keyla mengenakan gaun yang sangat simple dengan balutan warna biru
navy yang sangat ia sukai, perpaduan warna rok batik yang diseragamkan dengan
kemeja ayahnya. Potret keluarga itu sangat manis menghadiri acara wisuda
sarjana Keyla dengan serempak, sekaligus menemani kepergian putri semata
wayangnya untuk merantau lagi ke negeri seberang.
“Key,, lu yakin nih mau ninggalin
gue” kata Mimah sambil mengisakan air matanya terharu melihat Keyla dengan siap
akan pergi meninggalkannya ke Kalimantan.
“Kan gue bilang, mau gak ikut gue waktu
itu diajak gamau” jawab Keyla.
“Guee gatau kalo itu beneran, kirain
becandaaaa Key, siapa yang mau nemanin nongkrong lagi tiap malem minggu gue
Keyyyyy” Penuh isakan tangis Mimah melepas keberangkatan Keyla untuk pengabdian
ke Kalimantan.
Suasana riuh berubah
menjadi gelak tawa melihat kegembiraan Keyla untuk melakukan pengabdian yang ia
impi-impikannya akhirnya terwujud selepas wisuda. Impian ini memang sudah
menjadi ada di daftarnya sejak semester 4, pada saat mengikuti komunitas
eksternal kampus ia aktif menjadi relawan untuk kegiatan sosial. Rasa
penasarnnya semakin menjadi-jadi karena harus membagi waktunya antara tugas
kuliah dan kegiatan eksternalnya di luar.
Beberapa menit pesawat
sebelum landing, dari kejauhan terlihat sosok menyaut dengan melingkarkan
tangan ke pinggang.
“Key,,” Teriak Rio, kata pertamanya
yang diucapkan hampir selalu kata sapaan itu.
Sapaan
Hanya sapaan terhadap teman
“Loh, kok di sini juga? Ngapain?”
Sontak kekagetan Keyla terhadap sosok yang baru menyapanya dari kejauhan di
bandara sore hari.
“Bukannya kita satu tujuan Key? Tanah
Borneo siap buat dijelajahi di kemudian hari.” Jawabnya diiringi candaan yang
amat renyah di tengah situasi pelepasan kepergian kedua manusia untuk
menjelajahi hari baru, atau bahkan kisah baru.
Sore itu langit terasa sangat sendu,
selepas kepergiannya ke Kalimantan Keyla meninggalkan kenangan yang tidak akan
pernah ia lupakan di Pulau Jawa. Entah akan kembali pulang dengan hati terbuka
kembali atau bahkan menemukan kembali hati yang baru ia temukan.
Bersambung…
Komentar