[cerbung 2] Percakapan Pertama Keyla.

Ternyata kenangan yang membuntuti diri manusia secara perlahan, mendekati kebahagiaan atau memilih untuk menyedihkan untuk menjalaninya. Pertemuan di halte itu menjadi awal pecakapan-percakapan berikutnya, di bulan-bulan berikutnya. Tapi, apakah akan terus berlanjut seperti kenangan yang terus melekat pada diri manusia?

“Keyla ya,,” ucapnya sambil menjulurkan tangan, meminta untuk berjabat.

Ku geser posisiku, untuk menjabat uluran tangannya. Tak terpikirkan untuk melihatnya lebih jelas pada saat hujan turun di sore ini. Aku yang tidak begitu tertarik dengan isu-isu yang dibahas orang-orang di kelas ternyata sosok itu ada di hadapanku saat ini.

sumber gambar : www.google.com

Mengulurkan tangannya.

“Ada apa yaa,” kataku sambil menggeser barang-barang yang sedari tadi menjadi pameran pendukung kami di halte.

“Seriusan gak inget?” dengan posisi memastikan kaca helmnya terpasang kembali agar tidak terkena air hujan. Seakan masih berusaha mengingat memori sebelumnya.

Ku coba mengingat kembali, rangkaian acara apa yang kemungkinan bersamanya. Acara nikahan atau kampus yaa.. PJ konsumsikah? PJ acarakah? Atau PJ akomodasi yaa.. atau jangan-jangan dia yang sering kena omelku dan kusuruh-suruh. Pikirku dalam hati memaksa melawan kepikunan yang dialami.

Tatapannya masih berfokus sama telepon selulernya yang sedang dipeganginya.

“Eh kalo lagi ujan gini pantrang ngaktifin apalagi maen hp” kataku seakan memberikan saran positif saat hujan agar tidak mengoperasikan telepon seluler lebih dulu. Alih-alih menghindari peristiwa yang di luar kendali manusia.

Tak berselang lama, ia lap telepon selulernya yang terkena cipratan air hujan, lalu menggantinya ke mode senyap dan memasukannya ke ransel yang sedari tadi peganginya.

“Masih percaya yaa sama mitos turun temurun?” timpalnya dengan nada sedikit tertawa tanpa kerenyahan. Melepaskan helm retro yang sedari tadi dipakainya, menyimpannya di samping kakiku.

Bukan Cuma mitosnya sih, justru yang ditakutin karena posisi kita satu tempat. Kan gapapa menghindari kemungkinan yang terjadi. Yaelaah.

Tapi ku hanya berani di dalam hati.

“Oiya Key, kita pernah seacara loh” katanya, masih berusaha mengingat acara apa yang pernah kita kerjakan secara tim. “Waktu itu kalo gak salah yaa, di daerah Cisarua, Keyla ponakannya Aiko kan?” seakan sampai finish dia berhasil mengingat.

Jawaban yang telak, yang sulit kuhindari dan mengada-ada.

“Oohh acara kawinan kakaknya Aiko yaa, siapanya ka Andre yaa” timpalku dengan raut wajah tidak percaya akan bertemu di waktu yang kurang bersahabat ini diiringi bunyi tetesan air hujan dari atas langit.

“Kenalin aku Rio yang pernah jadi groomsmen di acara kakanya Aiko ” katanya sambal menjulurkan tangannya untuk yang kedua kalinya.

Nyatanya, ku tak berhasil mengingat acara yang pernah dilakukan bersama atau kepanitiaan yang pernah dikerjakan. Dugaanku salah, pantas saja tidak berhasil mengingat siapa yang pernah ku omeli dan kusuruh-suruh. Terlalu rapi dan cukup untuk tidak begitu tertarik dengan dunia hiruk pikuk kampus.

“Ohh teman kampusnya Ka Andre? Ku kira kita pernah sepanitia di acara apa, ternyata dugaanku gagal” jawabku sambil menahan tawa.

Hujan membersamai kita sore itu. Saat hujan turun si seseorang yang memakai helm retro dan si perempuan yang membawa barang-barang bejibun.

Sore itu, rintikan suara air hujan yang turun membasahi bumi menemai riak-riak sisa-sisa daun kering menuju selokan dengan tenang.

Sore itu, ojek-ojek yang dengan lalu lalang mencoba untuk rehat sejenak menghilangkan kepenatan jalanan raya.

Dan, sore itu awal percakapan pertama yang tidak terduga dibuat skema..


bersambung...

Komentar