[REVIEW BOOK] Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi


Mengejar Impian
sumber gambar : rumahnarasi.blogspot.com

Novel ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Alif Fikri asal Kampung Liliput di pinggiran Danau Maninjau, Bayur, Sumatera Barat. Ayahnya seorang guru matematika di madrasah dan amak (ibu) seorang guru sekolah dasar. Karena amak-nya menginginkan anak lelakinya menjadi seorang pemimpin agama, Alif masuk sekolah agama. Keinginan kuat sang amak membuat Alif mengubur impiannya. Ia bercita-cita melanjutkan pendidikan ke SMA dan kuliah di ITB bersama sahabatnya, Randai.
            Dengan niat setengah hati, Alif akhirnya memutuskan untuk mengikuti keinginan amak-nya. Akan tetapi, ia tidak ingin masuk madrasah di Sumatera Barat. Alif memilih belajar di Pondok Madani yang terletak di Jawa Timur. Hal ini karena informasi di Etek-nya (bibi) kalau anak-anak lulusan Pondok Madani banyak yang sukses dan bisa sampai ke Mesir. “Semoga pilihanku tak salah,” kata Alif.
            Alif menempuh jarak yang jauh dari Sumatera Barat ke Jawa Timur menggunakan bus akhirnya sampai juga Alif di tempat tujuan. Ia lulus ujian dan diterima sebagai murid di Pondok Madani. Begitulah akhirnya, Alif tinggal di pesantren dan hari-hari yang dilaluinya hanyalah belajar, belajar, dan belajar. Belum lagi kegiatan malam, hafalan, pidato, dan banyak lagi kegiatan yang begitu menguras otak. Bahasa sehari-hari yang dipergunakan adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris. Jika siswa didapati menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah, hukuman tanpa ampun akan mereka dapatkan. Meskipun butuh proses dna waktu, akhirnya semua itu bisa terlaksana karena terbiasa. Untuk mandi dna makan, selalu saja ikut antrean. Tak jarang, waktu terbuang oleh siswa meskipun dalam antrean disempatkan membaca buku.
            Dalam novel ini, diceritakan persahabatan enam murid Pondok Madani, yaitu Alif, Raja, Atang, Baso, Dulmajid, dan Said. Alif sangat kompak dengan lima teman seperjuangannya di Pondok Madani yang berbeda asal. Atang asal Bandung, Raja asal Medan, Said asal Surabaya, Dulmajid asal Madura, dan Baso asal Gowa. Meskipun berbeda suku, mereka selalu saja kompak dan ke mana-mana bersama. Mereka memiliki keahlian yang berbeda, karen itu mereka selalu melengkapi antara kekurangan yang satu dengan yang lainnya. Susah senang selalu mereka lalui bersama-sama.
            Kata ampuh yang menjadi pedoman mereka untuk teta selalu semangat, yaitu “man jadda wajada” siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses. Meskipun di hari pertama mereka sudah mendapatkan hukuman, hal itu tidak mematahkan mereka untuk menuntut ilmu. Alif terkadang selalu goyah karena keinginan untuk menggunakan seragam abu-abu selalu saja membuat ia patah semangat untuk belajar. Hal ini ditambah lagi dengan cerita-cerita menarik dari sahabatnya, Randai, membuat ia semakin cemburu. Akan tetapi, keihklasan membuat ia semangat menjalani hari-harinya di pondok.
            Tempat tongkrongan (berkumpul) favorit mereka untuk mendiskusikan cita-cita dan kehidupan mereka sehari-hasi adalah di kaki menara Masjid Jami Pondok Madani. Di sini lah mereka selalu berkumpul sambil menunggu waktu magrib tiba. Sampai-sampai mereka dijuluki Sohibul Menara.
            Ketika ujian akhir kelas 6, Baso harus mengikhlaskan dirinya untuk tidak mengikuti ujian karena neneknya sedang sakit. Berpisahlah mereka dengan Baso yang kembali ke kampung halaman untuk mengabdi kepada neneknya setelah kedua orang tuanya meninggal. Selanjutnya, Baso menjadi guru serta melanjutkan hafalannya dengan seorang ustaz  di kampungnya. Ia menghafal Al Quran sebagai tanda patuh kepada kedua orang tuanya yang sudah tiada.
            Sebelas tahun kemudian, mereka bertemu di kaki menara Trafalgar Square, London. Sebuah awan yang selalu mereka angankan adalah negara-negara yang mereka kagumi dan impikan akhirnya dapat mereka raih dengan usaha dan kerja keras. Atang sudah delapan tahun tinggal di Kairo menjadi mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hadis, Al Azhar. Raja sudah satu tahun di London. Ia telah menyelesaikan kuliah hukum Islam S1 di Madinah. Sementara itu, tiga sahabatnya di Indonesia juga sukses dengan jalan hidupnya masing-masing. Dulmajid mendirikan sebuah pondok di Surabaya. Said meneruskan usaha keluarganya. Baso, anak yang pintar itu mendapatkan beasiswa di Arab Saudi dengan modal hafal Al Quran.
            Apa yang menjadi impian mereka “kun fayakun”, semua menjadi nyata. Karena siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Itulah pedoman mereka ketika berada di Pondok Madani.
            Keunggulan novel Negeri 5 Menara adalah amanat cerita yang terkandung dalam rangkaian kisah persahabatan yang kokoh enam pemuda siswa Pondok Madani. Dengan kata lain, kisah persahabatan tersebut, mengungkapkan nilai-nilai kebersamaan dan semangat menuntut ilmu, menggapai mimpi, cita-cita dna harapan di masa yang akan datang. Di samping itu, persahabatan yang baik pada hakikatnya akan menjadi kekuatan untuk saling mengisi kelemaham. Persahabatan yang kokoh akan menjadi landasan untuk menggapai cita-cita dan harapan.
            Berbeda dengan kehidupan remaja pada umumnya, keunggulan novel ini mengisahkan pengabdian dan sikap hormat anak kepada ayah, ibu, serta keluarga tervinta dengan memenuhi harapan-harapan mereka. Memenuhi harapan orang tua bagi mereka adalah sumber berkah dalam mencapai kesuksesan hidup.
            Novel ini pun memberikan pelajaran hidup bagi para remaja khususnya, bahwa segala keinginan, mimpi, harapan, dan cita-cita dapat diraih dengan kerja keras dan kesungguhan. Selain itu, kesuksesan dalam hidup memerlukan perjuangan. Berjuang untuk tetap fokus dengan apa yang sedang dikerjakan.
            Novel Negeri 5 Menara sangat baik untuk dibaca oleh para remaja yang sedang mencari jati diri. Pesan moral dalam novel ini dapat menjadi inspirasi bagi mereka bahwa kesuksesan yang diraih adalah restu dari orang tua tercinta. Restu orang tua laksana lautan berkah bagi setiap anak. Selain itu, kisah dalam novel ini pun memberikan inspirasi bagi para remaja tentang persahabatan yang memiliki pengaruh positif. Kesuksesan dari mimpi, harapan, dan cita-cita. Selanjutnya, mimpi tersebut diwujudkan dengan kerja keras, doa, dan restu orang tua.



Komentar