Membaca
dan menulis seolah tak dapat dipisahkan, di mana menjadi sebuah aktivitas yang
membutuhkan motorik tangan dan otak menjadi satu. Tapi, apakah pembelajaran
menulis di kelas sudah terealisasikan dengan baik? Apakah anak-anak di kelas
sudah menyukai proses pembelajaran menulis dengan tanpa adanya paksaan?
berkali-kali saya berpikir apa suatu proses menulis yang membuat mereka tak
menyukainya disebabkan oleh kebiasaan yang tidak membiasakannya dari awal
proses pembelajaran itu berlangsung. Bisa pula disebabkan oleh faktor
lingkungan di mana belum ada figur yang tepat seorang anak untuk memulai dan
menyukai buku dijadikan bacaan dan hobi.
sumber : freepik.com
Pembelajaran
menulis di tingkatan sekolah mengenah pertama khususnya pada mata pelajaran
bahasa Indonesia menjadi sorotan yang paling saya fokuskan. Sebab sering saya
temukan di lapangan banyaknya kesalahaan yang dibaca dan dilihat pada susunan
serta struktur kalimat pada sebuah bacaan. Entah itu kesalahan pada kaidah
kebahasaannya atau pun dari ragam penulisan seorang anak milenial saat ini,
yang setiap hari hampir aktif berkomunikasi atau bahkan berinteraksi dengan
gawai.
Semakin
pesatnya arus globalisasi saat ini menjadikan gawai ramai dipergunakan oleh
kalangan masyarakat, keramaian itu menjadikan semua kalangan bahkan anak yang
belum siap akan gawai orang tua dengan rela-rela membelikannya hanya disebabkan
sedang tren. Dari sikap seperti ini seorang anak akan menghabiskan waktu lebih
lama dengan mainan barunya, dan lupa akan kewajibannya sebagai pelajar untuk
belajar. Aktivitas dengan gawai, dari permasalahan yang saat ini ramai
diperbicarakan saya tertarik untuk menghubungkan perilaku anak yang sudah
menyukai gawai dengan perilakunya dalam hal tulis-menulis dalam media buku.
Di
sini saya menemukan perbedaan seorang anak yang senang atau sudah terbiasa
berinteraksi dengan gawai dengan anak yang belum berinteraksi atau bahkan
membatasi penggunaannya. Sebab pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kelas
akan sangat lumrah bila menemukan atau bahkan membaca hasil tulisan seorang
siswa pada salah satu tugasnya. Dapat dikerucutkan bahwa seorang anak yang
terbiasa berinteraksi dengan gawai cenderung kesulitan dalam memperindah dalam
hal tulis menulisnya, sebab saraf motorik tangannya sudah terbiasa dengan benda
elektronik. Maka dari itu, pembelajaran bahasa Indonesia memprioritaskan agar
seorang anak terbaisa untuk menulis dalam lembar kertas atau buku.
Pengaruh
modernisasi dan pesatnya benda-benda elektronik memang banyak sekali pro dan
kontranya di lingkungan bersosial, seharusnya kita sebagai konsumen sudah
mengetahui lebih dulu dampak apa yang nantinya akan ditimbulkan. Lebih ke hal
positif atau negatif, sejatinya sebagai masyararakat yang melek akan
digitalisasi dan teknologi dapat menyemibangi pesatnya arus modernisasi dengan
sangat cekatan dan pintar. Maka dari itu, jangan menjadikan teknologi sebagai
tujuan hidup, tapi sebagai keberlangsungan atau mendia dalam menemani
keseharian yang memberikan banyak kemudahan serta fleksibel dalam melakukan
aktivitas.
Komentar