Berbagi...
Perlakukanlah orang yang kamu kenal di lingkungan mana pun
dengan baik, demikian nasihat yang aku dengar dari almarhum nenek. Di mana pun
kamu berada jangan lupa untuk saling tolong menolong dengan orang lain, sekali
pun dia bukan saudara kandung atau saudara yang berasal dari kampung halaman.
Selama 8 tahun merantau di ibu kota ini saya kerap disadarkan dengan nasihat
itu, hidup berjauhan dengan orang tua, keluarga dan teman membuat berpikir
keras bahwa namanya manusia memang tidak bisa hidup sendirian dengan
mengandalkan uang.
Pagi itu aku berangkat dari tempat kerja menuju Stasiun Rawa
Buntu untuk pergi menghadiri seminar nasional yang diselenggaran di Jakarta.
Karena jarak yang ku tempuh cukup lama, alhasil transportasi publiklah yang
dipakai pada waktu itu. Waktu sudah menunjukan orang-orang hilir mudik untuk
berangkat ke tempat kerja memakai commuter line. Sangat sibuk, mungkin
ini wujud nyata dari sosok ibu kota yang asli.
Hari Senin menjadi suatu kesakralan untuk berjibaku dengan
diri sendiri serta membagi aktivitas dengan hal lainnya. Jika ada yang
mendeskripsikan Senin, mungkin sebagai bentuk tulisan yang sudah penuh dengan
karangan berwarna-warni tinggal manusia sendiri yang memilih warnanya di hari
tersebut.
Pandanganku berhenti ke pedagang makanan yang berbaris di
sekitar stasiun pada saat itu, hanya seorang diri namun sangat lihai menjajaki
dagangannya. Sembari memberi kembalian kepada pembeli. Aku hampiri menujunya
karena perut belum sempat terisi saat pergi dari tempat kerja, dengan jalan
pelan-pelan serta hati-hati aku cepat memilih jenis makanan yang kumasukan ke
dalam plastik. Kutunjukan uang pecahan 50 ribu untuk membayar 2 jenis jajanan
sebagai pengisi perut kala itu.
Kulihat dirogoh-rogoh saku penyimpanan uang mba penjualnya
namun tidak ada pecahan untuk memberikan kembalian kepadaku, karena kebingungan
terlihat sosok lai-laki berperawakan tinggi dengan memakai seragam kantor
membayar nominal jajanan yang saya pilih. “terima kasih banyak, ikhlas kan?”
satu kalimat yang keluar dari mulutku, dan dengan tergesa-gesa ia pergi naik commuter
line, mungkin sedang berjibaku di hari Seninnya, yang siap dia isi dengan
warna-warna lain. Berwarna atau kurang berwarna di hari Seninnya. Semoga
kebaikannya memberikan warna yang sangat cerah dan berwarna di hari Seninnya
kala itu.
Dari kisah itu aku jadi semakin paham, makna berbagi. Berbagi
tak harus menunggu kaya, menunggu dipandang. Berbagilah dikala di sekitar kita
membutuhkan pertolongan, serta dengan cara yang ikhlas yang dapat membantu
orang yang dibantu menjadi bahagia. Definisi membantu jauh dari kata
memberatkan orang yang dibantu, sebab pertolongan yang kita berikan harus
dengab ikhlas mau itu dibalas dengan hal positif atau negative dari orang lain,
jadi harus ikhlas.
Berbuat baiklah kepada siapa pun, kebaikan mu hari ini
mungkin tidak akan berdampak langsung. Tapi, akan menjadi tabungan-tabungan
kebaikan di mana kamu amat sangat membutuhkan, di saat hari terberatmu,
kesemrawutanmu menjalani hari. Kali ini aku paham maksud dari nasihat rajin-rajinlah
dalam berbagi tanpa memandang apapun kepada siapa kamu berbagi. Di hari senin
itu, nasihat itu menjelahi pikiranku sampai tempat mendapat ilmu serta
pengalaman baru. Di senin senin lain pun aku percaya aka nada cerita lain yang
mengasyikan, sayarat akan pesan, hikmah yang dapat diambil serta dipelajari
untuk diri sendiri bahkan untuk orang lain.
Komentar