Kecanduan Sosial
Media, Alih-Alih Kepo Urusan Orang Lain
Ini cerita saya.
Cerita ini dimulai pada akhir
menjelang tahun 2020, di mana bertepatan saya sudah mulai bosan dan jenuh untuk
bermain sosial media lagi. Waktu itu saya secara tidak sengaja
mengoprek-ngoprek akun sosial media saya yang sudah berusia lama sekali, ya
sebut saja namanya facebook. Akun tersebut saya buat sekitar tahun 2012.
Waw. Tahun di mana saya sedang alay-alaynya, keberalihan fungsi pun saya
ubah menjadi wadah untuk berbisnis online shop via facebook kala
itu. Tapi, tak dapat diayal, ternyata waktu itu saya untuk terakhir kalinya
membuka sosial media tersbut. Lambat laun kenyamanann pun mulai terasa, jika
dahulu saya jika memainkan hp waktu saya menjadi banyak untuk stalker
facebook. Semenjak akun saya kena retas oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab, akhirnya saya semakin malas untuk mengaktifkannya kembali, dan berefek
kepada akun-akun sosial media lainnya. Seperti Instagram, Twitter,
dan beberapa aplikasi bukan hanya sosial media yang telah berhasil saya
nonaktifkan entah sampai waktu yang enggak dapat ditentukan atau bahkan saya
hapus.
Kegiatan ini, tanpa sadar
mengubah aktivitas saya menjadi beberapa derajat selama beberapa bulan ke
depan. Jika pada waktu itu saya amat tertarik mengoperasikan sosial media
bernama Instagram. Akhirnya saya bosan,
saya menjadi sia-sia karena berselancar di sosial media membuat insomnia saya
semakin akut, yang berujung vertigo.
Facebook, twitter, dan
akhirnya Instagram pun saya hapus akun. Alasannya?
Sepertinya akan sama jika
ditanyai soal mengapa menghapus sosial media tersebut. Saya sudah lama bermain
sosial media semenjak duduk di kursi sekolah menengah atas. Jika bermain sosial
media membuat kecanduan dan menjadikannya saya FOMO (fear out missing out)
yaps benar. Eh tapi itu dulu, saat saya merasa sosial media
segalanya karena toh berselancar di sosial media pun tetap pertemanan
saya itu-itu saja. Kalau dulu awal-awal memiliki beberapa sosial media itu, yaa
ada senangnya, bisa bertegur sapa dengan kawan lama yang sudah lama tidak
bertemu, muncullah satu per satu grup-grup alumni bermunculan di jagat
persosialmediaan. Senang? Waktu itu, sebenarnya memang saya tidak begitu open
terhadap beberapa percakapan di grup-grup yang terhalang oleh gawai
sedemikian canggihnya itu. Alhasil saya menjadi pasif, kok lama-lama
orang-orang menjadi tidak memiliki urusan privasi yang ditutupi lagi. Semua orang-orang
dengan leluasi mengekspos urusan privasinya atau bahkan urusan rumah tangga
yang seharusnya menjadi aib privasi menjadi tontonan publik layaknya
selebritas.
Sudah, saya tidak begitu tertarik
lagi.
Ini cerita saya..
Seputar penghapusan beberapa
sosial media yang saya miliki selama beberapa tahun ke belakang. Ada saatnya,
manusia merasa jenuh terlalu sering berselancar di sosial media menjadikan
keaktifan manusia di dunia nyata sedikit berkurang. Lebih tertarik dengan
kehihidupan orang lain, alih-alih menjadikan orang lain di dunia maya menjadi figur
yang tak kasat mata. Waktu kita dihabiskan untuk ornag-orang yang tidak
memiliki andil begitu penting dalam aktualisasi diri kita di kehidupan nyata. Alhasil,
dari situlah saya memberanikan diri untuk mendetox dari media sosial.
Yups, kalau bukan sekarang, mau
kapan lagi?
Fenomena ini mungkin menjadi
sebuah kejadian lumrah yang dirasakan oleh orang-orang yang di usia sudah malas
menanggapi hal-hal receh yang tidak membawa pengaruh apa-apa untuk kehidupan
berikutnya. Masih banyak aktivitas lainnya untuk menambah pemahaman dan
aktivitas tambahan selain berselancar di sosial media. Pengganti aktivitasnya,
saya dapat menjadi fokus mengedit naskah yang sedang dirancang dan akan segera
terbit. Lebih leluasi untuk meluangkan waktu untuk membaca buku, menulis jurnal
di blog pribadi, dan masih banyak lagi untuk saya berbenah merapikan diri
sendiri. Daripada sibuk dengan urusan orang lain, dan tertarik dengan orang
lain. Padahal ada yang lebih utama lagi, yaitu membenah diri sendiri dari
segala faktor terutama sebagai wujud aktualisasi diri.
Memang sangat sarkas jika
dideskripsikan dari penjabaran saya di atas, itu hasil opini alias pendapat
dari saya tentang pemanfaatan sosial media untuk bersosialisasi. Kalau dari
buku yang pernah saya baca karya Audrey, anak cerdas yang berasal dari
Indonesia mendapatkan akselarasi dari kecil sampai harus kuliah di luar negeri
karena faktor lingkungan yang terobsesi dengan Bungkus daripada Isi.
Saya percaya sikap yang kita
ambil ada kaitannya dengan faktor lingkungan yang membuat kamu melakukan
sesuatu hal tersebut. Selain fakor bosan, faktor lingkungan mungkin yang
membuat saya tertarik untuk menonaktifkan beberapa sosial media. Jadikan teknologi
sebagai sarana penunjang kehidupan kita di zaman yang sudah canggih ini. Bukan menjadikan
teknologi sebagai arah tujuan dari kehidupan kita, dalam artian kehidupan
manusia dikendalikan oleh AI yaitu buatan manusia yang sengaja dirancang untuk
penunjang aktivitas.
Komentar
The Casino. Dr. MD. Casino, MD, 영주 출장안마 1.5 Million Dollar Casino, 1.5 Million Dollar Casino, 1.5 Million Dollar 속초 출장안마 Casino, 오산 출장마사지 1.5 Million Dollar Casino, 1.5 전라남도 출장마사지 Million Dollar Casino 익산 출장안마