Pulang
Oleh : Amelia
Rosliani
sumber gambar : kompas.com
Rumah, menjadi objek yang paling
diinginkan ketika rasa letih melanda dari segala macam aktivitas ibu kota.
Kerumunan berjejal, memaksa masuk commuter
line dengan siap dan siaga. Bukan untuk mencari yang menang dan kalah,
hanya ada satu kata lagi penambah kata rumah.
Pulang.
Manusia berlari-lari, menghindari
kemacetan atau bahkan menikmatinya, tanpa kita sadar kedua kata tersebut saling
berkaitan, berkorelasi membentuk kalimat pertanyaan
“Jadi, di mana rumahmu untuk
pulang?”
Manusia kadang banyak memikirkan
waktu yang tak perlu.
Kegelisahan
Kekecewaan
Rasa khawatir yang berlebihan
atau bahkan kesedihan merupakan
hasil akhir dari rasa yang berharap yang terlalu dalam.
Sebentar,
“bukannya pangkal kesedihan itu
manusia sendiri yang menciptakannya?
Itulah hidup, banyak kejadian
yang tidak terduga atau bahkan diduga-duga karena adanya sebab.
Tapi, ketidakpastian bukankah
pangkal ketidakjelasan hidup?
Jika pulang menjadi kata penutup.
Lantas ke mana kata sebagai wujud
penjelasnya?
Pulang, tempat menghilangkan
penat
Pulang, tempat bercengkrama walau
sesaat
Pulang, sempatkan walau tidak
sempat
Tapi, pulang
Yang membuat manusia tersesat.
Komentar