[CERPEN] Sang Pohon



Pesan Sang Pohon
Oleh   : Amelia Rosliani
            “ Anak manis, maukah kamu mendengarkan curhatan aku” sebuah pohon tinggi yang merengek hendak akan memulai ceritanya kepada Laudya.
            “ Kau, kau bisa berbicara?” dengan raut wajah yang kebingungan Laudya tidak percaya.
            “ Iya,aku bisa berbicara aku kesal, dengan sikap kakek terhadapaku, ia sudah berubah sikapnya. Aku kesal setiap kakek merawat tanaman yang lebih indah dan tiap dia membawa tanaman yang baru. Aku cemburu dengan sikapnya, bila kakek merawatnya, seakan-akan itulah yang aku rasakan sekarang” kata pohon dengan wajah tersedu-sedu karena menangis.
            “ Pohon kamu jangan menangis, kalau tak ada yang meyiramimu, aku yang akan menyiramimu dengan air setiap hari” jawab Laudya meyakinkan pohon tersebut.
Kring kring kring alarm jam berbunyi menunjukan waktu telah siang saatnya Laudya bangun dari tempat tidur.
            “ Ternyata cuma mimpi yaa” tampik Laudya dengan raut wajah tak percaya bahwa yang barusan ia alami hanya sebuah mimpi. Keakraban yang terjalin di sebuah mimpi yang ia rasakan rasanya seperti bukan mimpi. Seakan-akan ia sudah mengenal lama dengan pohon tersebut.
Saat sarapan Laudya bercerita ke kakek dan kedua orang tuanya. Mencoba membuktikan kebenaran apa yang telah dibicarakan oleh si pohon di dalam mimpinya.
            “ Kek, aku mau bertanya boleh?” sambil meminum segelas susu melontarkan sebuah pertanyaan kepada kakek.
            “ Ada apa manis? Tidak biasanya kamu menanyakan sesuatu selalu meminta izin terlebih dahulu” kata kakek
            “Kek, pohon yang tinggi pekarangan rumah kita itu umurnya sudah berapa tahun? Yang besar itu kek” ujar Laudya.
            “ Kamu sama seperti ayahmu ya, yang selalu ingin tahu. Usianya hampir sama dengan kakek, dulu kakek menanamnya sepulang bermain, kakek menemukannya di kebun kemudian kakek bawa pulang untuk ditanam di pekarangan rumah. Jadilah pohon yang tinggi, besar dan rindang seperti sekarang” sahut kakek menjelaskan asal mula pohon tinggi dan besar itu ia tanam.
            “Ayo manis sudah siang saatnya berangkat ke sekolah, nanti kamu kesiangan” ajak ayah untuk segera berangkat sekolah mengantarkan anak tunggalnya.
Di kelas Laudya lari terbirit-birit dengan tampang kecapaian dan nafas terpatah-patah sambil memasuki ruangan kelas. Gadis periang ini selalu menceritakan tentang sebuah mimpinya kepada teman-temannya di kelas dengan tampang meyakinkan agar mempercayai ceritanya.
            “Eh kalian tahu tidak, pohon raksasa yang konon usianya hampir sama dengan kakekku, itu pohon yang di pekarangan rumah aku” dengan meyakinkan teman-temannya Laudya bercerita dengan ciri khasnya.
Seketika teman-temannya sontak memasang raut muka penasaran akan kelanjutan jalan cerita.
            “Semalam  di dalam mimpi aku, dia bercerita, kita seperti sudah kenal lama sekali dengannya di dalam mimpiku dia bisa bicara seperti kita” kata Laudya melanjutkan ceritanya.
            “Kamu serius? Terus apa yang dikatakan dia” sahut Tegar dengan raut wajah penasaran.
            Kedua temannya dengan serius menyimak cerita Laudya mengenai mimpi semalamnya.
            “Aku percaya si pohon tidak akan masuk ke dalam mimpiku tanpa ada tujuannya” celetuknya.
            Ih kamu kaya orang tua saja omongannya” sahut Dina.
            “Tapi kan la, bukannya mimpi itu hanya bunga tidur saja, kata ibu guru bahasa indonesia mimpi itu penghias tidur saja, kamu saja yang tidak sempat berdoa ketika tidur makanya mimpi aneh-aneh” kilah Tegar meyakinkan temannya.
            “Tuh, ya benar apa yang dikatakan Tegar makanya sebelum tidur itu berdoa terlebih dahulu” Dina meluruskan komentar Tegar.
Obrolan mereka berakhir ketika bel pulang berbunyi. Sesampai di rumah Laudya ia berlari ke arah pekarangan untuk memandagi pohon yang semalaman telah mengganggu pikirannya, selama jam pelajaran di kelas. Arah pukul 14.00 ia memandangpohon yang telah lama tumbuh di pekarangan rumahnya selama ini. Tak salah pohon ini menjadi daya tarik tamu-tamu ayah maupun kakek yang berkunjung ke rumah. Daun yang lebat, ranting yang kokoh dan menjuntai ke tanah yang membuatnya memiliki sebuah ciri khas seolah-olah menunjukan bahwa pohon ini sudah tumbuh sangat lama.
Dalam lamunannya Laudya bergumam pohon pasti tidak menyenangkan jadi kamu, setiap hari terkena panas dan kehujanan.
Karena rasa ingin tahunya yang sangat tinggi, gadis yang berusia 9 tahun ini akhirnya mencari informasi sendiri. Ia langsung berlari ke ruangan perpustakaan milik kakek dan mencari buku yang bertema mengenai lingkungan. Langsung saja ia langsung menemukan buku yang telah menampung rasa penasarannya, buku tersebut berjudul Jangan Hancurkan Bumi, ia baca secara perlahan halaman demi halaman tanpa tertinggal sedikit pun. Sampai di halaman terakhir ia melihat gambar sebuah pohon besar yang hampir sama dengan pohon yang berada di pekarangannya.
Tanpa disadari ayah Laudya mengikuti putrinya yang manis ini ke ruangan perpustakaan.
            “Sedang apa kamu manis di sini?” kata ayah
            “Sedang baca buku yah” jawab Laudya dengan menunjukan buku yang sedang dibacanya.
            “Kamu masih penasaran dengan manfaat sebuah tanaman ya, di dalam kehidupan kita hidup saling membutuhkan, apalagi dengan alam. Tanaman yang sudah tak asing bagi kita memiliki banyak seklai manfaatnya terutama pohon” jawab ayah
            “Manfaatnya apa saja yah,” jawab Laudya dengan raut muka penasaran ingin tahu.
            “Nak, pohon salah satu penyalur oksigen yang kita hidrup setiap hari. Mereka berfotosintesis dari hasil mereka itu kita dapat menghirup segarnya oksigen. Sebagai manusia kita telah lalai akan rasa bersyukur kepada sebuah tanaman, padahal kita selalu melihatnya setiap hari. Ranting yang menopang daun yang lebat dan banyak membuat ia menjadi payung tempat orang-orag berteduh saat kehujanan maupun kepanasan. Menyerap air di dalam tanah, agar kesuburan tanah tetap terjaga” kata ayah.
            “Banyak sekali ya yah, manfaat dari tanaman” jawab Laudya dengan bahagia mendapatkan berita dari ayah.
            “Seperti itulah nak, kamu harus menyayangi tumbuhan” sahut ayah.
Keesokan harinya ia kembali bercerita kepada kedua sahabatnya yaitu Dina dan Tegar.
            “Teman-teman sekarang aku tahu apa pesan si pohon saat muncul di dalam mimpiku kemarin malam” tanya Laudya dengan semangat.
            “Apa pesannya? Kamu sudah tahu maksud dari pesaanya tersebut?” Tanya Tegar.
            “Ia ingin kita itu mencintai mereka para tumbuhan, karena manusia tidak akan pernah bisa jauh dengan alam. Saling keterkaitan satu sama lain” jawab Laudya.
            “Ayo teman-teman kita menanam tumbuhan apa saja asal menguntungkan untuk kita suatu saat nanti” Sahut Dina.
Ketiga sahabat itu menjadi gemar menanam, Laudya yang gemar menanam sayuran dan buah-buahan, Tegar yang memulai hobi baru dengan menanam buah-buahan di belakang rumahnya dn Dina yang sangat hobi sekali dengan tanaman bunga mawar. Mereka sadar bahwa manusia selalu berdampingan dengan makhluk hidup lainnya khususnya alam.

Komentar