Dewasa dalam Angka Matematika

 

Dewasa dalam Angka Matematika


sumber gambar : pinterest.com

Kadangkala kita menganggap kedewasaan itu dilihat dari seberapa banyak angka di usianya. Seseorang itu dapat dikatakan dewasa bukan hanya terbilang dari seberapa banyak nominal angka di kehidupannya. Melainkan kehidupan seperti apa yang menjadikannya bersikap dewasa, tidak mudah terkecoh dengan hal-hal yang mungkin remeh. Kadangkala usia pun tidak dapat menjadi jaminan orang tersebut dapat berpikir dewasa dan berpendapat selayaknya orang dewasa.

Jadi apa dewasa itu?

Seseorang sudah dikatakan dewasa sudah mencapai akil baligh dalam pandangan islam, bilamana seorang anak sudah melalui akil baligh tanggung jawab pun diemban sendiri. Secara hukum seseorang disebut dewasa jika sudah melalui tahapan usia 16 tahun. Nyatanya, kedewasaan yang diakui oleh aturan kemasyarakatan ditandai dengan memilikinya kartu tanda pengenal diri. Tapi menurut saya, kedewasaan seseorang tidak bisa dikatakan atau dilihat dari seberapa banyak nominal angka di kehidupannya. Ya, sebut saja usia, usida 30 tahun pun jika tidak sadar akan kesalahan dan introspeksi diri, apa masih dikatakan dewasa?

Katanya, kedewasaan dapat muncul jika seseorang itu sudah melewati banyak perjalanan hidup yang sangat berliku. Bersikap tenang, santai, tidak mudah terbawa emosi atau tidak terlalu ingin ikut campur yang bukan urusannya. Lagi, lagi saya dikejutkan dengan sebuah fenomena kedewasaan yang tidak bisa diukur dari angka.

Kedewasaan yang diukur dari sebuah angka, sama halnya kedewasaan yang dilihat dari angka matematika. Secara angka memang seseorang tersebut sudah dewasa tapi apa mungkin dewasa dalam angka matematikanya dapat dipertanggung jawabkan di kehidupannya sehari-hari?

Jadi ingat obrolan dengan orang tua beberapa tahun ke belakang sebelum memutuskan ingin berkuliah di luar Karawang. Saya yang tidak terlalu suka lingkungan dengan tingkat kepo tinggi, memilih untuk keluar dari zona yang tidak disukai selama bertahun-tahun. Lantas, apa itu menjadi sebuah keharusan.? Menurut saya sih iya sebuah keharusan, karena kita tidak punya kuasa akan mengubah tabiat orang lain, saat itu bapak menasihatinya  begini, ada 3 cara kita keluar jika berada di lingkungan seperti itu.

Pertama mencari solusinya untuk keluar, entah merantau untuk bekerja atau menyibukkan diri unutuk melanjutkan pendidikan. Kedua bersikap sabar jika berada di sebuah lingkungan yang tidak sefrekuensi denganmu. Sebab, ranah tabiat dan karakter bukan urusan dan masalah kita untuk mengubah pribadi seseorang. Perubahan itu datang natural dari dirinya untuk berubah ke arah yang lebih baik. Terakhir, jangan-jangan kamu sendirilah yang menjadi agen perubahannya di lingkungan tersebut. Hehe

 

 

 

Komentar