Bertangung Jawab dalam Mengemban
Amanah Berlapis
Saya ingat pada saat masih menduduki
di kursi perkuliahan, wali dosen pernah berbicara sebelum jam pembelajaran
mulai. Ada metode mengajarnya yang sangat unik, di mana beliau memperbolehkan
mahasiswanya bertanya sebelum KBM berlangsung. Yang saya ingat, beliau selalu
menasihati bahwa kehidupan yang sesungguhnya ialah pada saat kita benar-benar
terjun di tengah masyarakat dan berbaur dengan mereka, bisa dikatakan
bertetangga sebab manusia hidup bersosial yang akan berinteraksi, berkomunikasi
dan membutuhkan satu sama lain. Kedua, di lingkungan pekerjaan di mana kita
akan mengetahui watak seseorang dari cara berbicaranya, berpendapat dan
berdaptasi dengan orang lain baik dalam hal pekerjaan atau hal yang lebih
personal lagi. Oiya satu lagi dalam menyikapi berbagai hal, ada yang dibawa
serius dan ada yang dibawa santai a.k.a tidak ngeriweuhin orang lain.
Di lingkungan pekerjaan, manusia akan
diberi beberapa agenda atau amanah yang mungkin berbeda dengan kebanyakan orang
lainnya. Perbedaan amanah itu membuat kita sebagai makhluk sosial mengerti akan
keberagaman kelompok, keberagaman pendapat, agar tidak tumpeng tindih terhadap
hal yang memang sangat krusial yaitu pekerjaan. Tapi, tidak semua orang paham
akan amanah yang diemban dan yang diberikan. Bagi orang jeli diberikan amanah
memindahkan jabatan dan menambahkan rasa tanggung jawab diri bukan serta merta
memiliki jabatan yang prestise.
Semakin tua semakin sadar bahwa
kebutuhan di masa depan akan lebih banyak dan krusial daripada sekarang, memiliki
pekerjaan menjadi hal yang utama manusia lakukan untuk menyanggupi
kebutuhannya. Tapi sayangnya, banyak yang kurang sadar akan hal itu, memiliki
pekerjaan berarti akan banyak sekali probelamtika di bagian sisi amanah lain di
kehidupan kita. Di satu sisi kebutuhan akan privasi dan di sisi lain kebutuhan
akan hajat banyak orang yang membebani kita. Hidup bersosial harus mau direpoti
dan diamanahi, kalau tidak ingin direpoti siap-siaplah untuk merepotkan orang
lain. Bukankah itu sisi lain dari kehidupan?
Direpoti dan merepoti hanya dibedakan
dari afiks saja kalau dikaitkan dengan pemakaian kaidah bahasa Indonesia.
Memahami karakter orang lain di lingkungan pekerjaan memberikan dampak baik dan
buruk juga terhadap keseharian kita. Ada tipe orang yang tidak mau disalahkan,
ada yang sedikit bicara banyak bekerja, ada yang banyak bekerja sedikit bicara,
atau ada yang tidak mau sama sekali bekerja tapi hasil ingin sama. Bukankah itu
hal yang sangat mustahil?
Kembali lagi ke peribahasa dulu,
bersakit-sakit terlebih dahulu bersenang-senang kemudian
Lalu bagaimana menyikapinya? Di saat
banyaknya amanah yang diberikan agar work life balance tetap terjaga
haha aih bahasa jaksel sekali ya hehe. Rileks-an pikiran jangan terlalu
dibawa serius, sepertinya saya menganut sistem hidup stoikisme jangan sampai
hal-hal lain mengendalikan diri anda. Masih ada hal lain yang lebih penting dan
bermanfaat ketimbang harus memikirkan hal yang membuatmu lelah contohnya
perkataan orang, sikap orang yang toxic. Ji ada hal bermanfaat lain
membuatmu bahagia, lantas kenapa harus mengeluarkan energi sepenuhnya untuk hal
yang tidak berfaedah?
Sepertinya saya sudah lama menganut
paham stoic ini, di mana saya tidak mau pikiran saya terganggu dengan hal-hal
aneh di luar itu. Prinsip saya jika ada hal yang lebih penting dan utama
daripada hal lain, ya harus memfokuskan dengan hal yang lebih berfaedah. Contohnya
untuk tidak menjudge orang berlebihan hanya karena berbeda dengan kita pada
umumnya. Berikut beberapa prinsip hidup seseorang yang memegang paham stoic :
1. Kemampuan dalam
melihat diri sendiri, luar, dan dunia secara objektif dan menerima sikap serta
sifat mereka apa adanya
2. Disiplin untuk
mencegah diri sendiri dikendalikan oleh keinginan untuk bahagia atau takut
terhadap rasa sakit dan penderitaan
3. Membuat sebuah
perbedaan antara apa yang dapat dikendalikan oleh diri kita dan tidak dapat
dikendalikan.
Berikut pengalaman saya terkait
hal-hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi saya, saya mencoba bersikap
sewajaranya saja karena keberharapan terhadap makhluk hidup hanya berujung
kekecewaan. Dan, kekecewaan tidak akan muncul jika kita sebagai makhluk sosial
tidak berharap lebih. Jadi, alangkah baiknya ya bersikap sewajarnya saja,
berlebihan jangan dan tidak merespon pun tidak mungkin. Pekerjaan diamanahkan kepada manusia sebagai
objek bentuk dari kebertanggungjawaban terhadap hajat orang banyak.
Komentar