SPORA BERJALAN [Cerpen]

 

SPORA BERJALAN

Oleh : Amelia Rosliani

gambar : dokumentasi pribadi

 

“Ka, uangnya udah ayah transfer, silahkan dicek saat pulang sekolah”. Pesan ayah muncul di pemberitahuan handphoneku. Suasana seketika hening, sehening sore itu saat hujan membasahi permukaan bumi. Dari bumi kejauhan dengan rumah, ku termangu menatap sekitar mengingat atas segala hal yang telah terjadi di kehidupanku belekangan ini, terlebih lagi sejak menetapkan untuk mengikuti pengabdian ini, keterkaitan lokasi pengabdian yang sangat jauh dengan jarak rumah membuatku terus mengingat orang tua di rumah, dari kejauhan. Padahal ini sudah tahun ketigaku mengabdi, dan sebentar lagi akan habis masa pengabdiannya.

Quotes

Niatkanlah dengan sepenuh hati, libatkanlah Allah di tiap keputusan yang dibuat. Insya Allah lillah

 

Natuna. Menjadi lokasi pengabdianku setelah lulus menyelesaikan program strata 1 kependidikan, mungkin berat memutuskan untuk memilih tempat yang sangat jauh dari rumah untuk memulai berprofesi menjadi pendidik. Kepulauan di sebelah utara ini membawaku kepada impianku untuk merantau keluar dari zona nyaman selama ini, keterikatan bekerja di bawah embel-embel orang tua. Sebab, seberintegrasnya etos kerjaku jika di dalam satu lingkungan masih ada orang yang dikenal, pasti akan dikenal dengan orang yang ditolong karena telah diupayakan untuk berkontribusi.

vvv

“Hidup harus saling menolong perbanyak mencari ilmu dan pengalaman”, pesannya sambil membajak sawah, obrolan kami tak lepas dari kebun, sawah, dan obrolan pada saat di perjalanan. Mulanya aku tak ingin menjalani profesi ini, angan-anganku bermuara bekerja pada perusahaan bonafid, berlisensi internasional. Alih-alih beberapa kali penolakan dari PTN, ayah menyarankanku untuk mengambil pendidikan. Sunguh sangat klise alasannya saat itu.

“Perempuan, jika harus memilih untuk bekerja dan mengurus rumah. Maka profesi mengajarlah semuanya dapat dilakukan dengan seimbang,” sautnya padaku penuh keyakinan, dan kemantapan.

Di kampung kami, memang sangat minim penjelasan terkait edukasi, perempuan bekerja dengan jangka waktu lama atau bahkan sekolah masih sangat aneh terlihat. Memang tidak ada pemaksaan terkait jurusan kuliah ini. Aku pun, tidak memberikan respon ketidaksetujuan atas saran dan pilihan mengenai masa depan pendidikan yang ayah sarankan. Waktu berganti begitu cepat, nyatanya orang tuaku cukup cukup saja dengan pendapatan diterima dari profesi pendidik ini, jika memang mengalami kekecewaan tidak akan menyekolahkan putrinya dan menyarankan untuk menjadi pendidik. Dalam hidup memang harus memiliki orientasi berbeda dengan kebanyakan orang di lingkungan sekitar kita. Tapi, dua-duanya haruslah seimbang dalam menggapai dan memperolehnya. Seperti urusan akhirat dan dunia, akhirat harus diutamakan dan dunia memang perlu untuk mengupayakan.

“Di mana pun kamu tinggal jadilah seperti spora, walau hidupnya terbawa angin pun pasti dapat beradaptasi dengan sekitar,” katanya di pesan yang dikirimkan melalui whatsapp.

“Ya, insya Allah. Pak.” Kujawab pesannya dengan singkat. Ciri khasku yang sangat minim diksi jika berkomunikasinya via tak langsung.

Ah memang tabiat anak sulung.

Langit sore itu sangat indah, seteduh pesan ayah kepada putri sulungnya.

vvv

 Hari-hari berlalu, tahun berganti begitu pun manusia. Namun, ada yang tidak berganti dari tahun ke tahun yaitu status sebagai guru yang tercatat dalam arsip pemerintah yang memiliki angka 18 digit. Apalah arti pengakuan diri atas jerih payah yang ayah terima, jika angka 18 digit pun masih meragukan integritasnya di dunia pendidikan. Bagiku angka 18 digit tidak ada apa-apanya yang ayah kerjakan dan kerahkan di dunia pendidikan ini, aku bisa memberikan angka yang lain tak hanya 18 digit untuk sebuah pengakuan tertulis. 30 tahun ayah mengabdi, selama itu pun seperti digantungkan terlebih tidak akan ada lagi status ASN untuk guru. Kecewa, pernah terlintas, harapan untuk menjadi pengajar yang diakui negara sebagai status ASN hanya harapan belaka. Apa ayah sempat kecewa? Tidak. Menyibukkan diri bisa dari hal apa saja, sebagai pendidik harus ikhlas atas segala penyampaian ilmu kepada murid, tidak mengharapkan hal yang berlebihan. Berpuluh-puluh tahun walau profesi ini sangat kurang dilirik tapi selalu saja banyak peminatnya. Termasuk ayah, tidak berkecil hati akan pengalamannya, baginya tidak perlu berlebihan dan mengganggap sesuatu stereotif.

“Kalau mau jadi kaya raya, nda perlulah jadi pendidik. Jadi pengusaha sajalah, pegang uang sana sini. Guru itu bekerja dengan ikhlas, investasi ilmu di akhirat sebagai amal jariyahmu,” katanya menasihati putri-putrinya.

Langkahku mungkin berbeda dengan langkah orang tua dulu, setelah menyelesaikan pendidikan strata 1 kembali ke kampung halaman, namun berbeda denganku ayah mengabulkan permintaan merantauku untuk melakukan pengabdian di luar Pulau Jawa. Mungkin langkahnya saja yang tidak sama dengan orang tuaku, tapi di balik itu semua aku memiliki tujuan yang sama. Sama-sama ingin menghapus stigma anak perempuan yang tidak bisa jauh dari orang tua, aku ingin mengubah cara pandang bahwa dengan pendidikan kita dapat membantu ekonomi dan memutus mata rantai kemiskinan. Kebodohan dapat diatasi dengan keuletan manusia dalam menggapai cita-citanya, tanpa rajin dan mimpi semuanya tidak akan tercapai.

Mengajar dan belajar mungkin menjadi kata kerja yang lumrah di dalam kamusku saat ini setelah berprofesi menjadi guru. Mengajar bukan hanya proses transfer ilmu saja, melainkan pendidikan sepanjang hayat di mulai dari niat dan mengajar ada banyak hal yang harus kupersiapkan  sebelum memasuki kelas sampai melupakan segala permasalahan terkait privasi. Rasa lelah akan terbayar jika melihat canda para murid yang tertawa riang di dalam kelas, bercanda dengan teman sebaya. Hanya sebatas ucapan “terima kasih, bu atas ilmunya hari ini” dapat melupakan segala keresahan di dalam diri.

vvv

Lagi – lagi manusia selalu diingatkan oleh kenangan sebagai guru pembelajaran yang sangat membekas. 3 tahun lalu sebelum memutuskan untuk meninggalkan rumah dan memulai untuk merantau. Obrolanku dengan orang tua menjadi sangat serius membahas profesi, terkait masa depan akan menjadi apa dan harus ada yang diprioritaskan terkait hal-hal yang memang sangat sensitive untuk dibahas. Yaitu karier, kini ku paham makna “Hiduplah untuk terus menjadi orang bermanfaat” sebagai manusia yang hanya hidup sementara di dunia, tak bukan dan tak lagi yang selalu mengharapkan rido dari orang tua dan keberkahan atas segala yang telah dipilihnya. Ilmu sebagai amal jariyah yang nantinya akan terus mengalir pada saat manusia meninggalkan dunia fana ini.

vvv

“Bu, ini bukunya aku simpan di meja ibu ya, yang lain sudah selesai bu mengerjakan tugasnya,” kata salah satu murid solihku di kelas 8A.

“Oh, silahkan Nak. Terima kasih ya sudah bantu ibu hari ini. Kamu hebat.” Balasku memberikan apresiasi jempol kepadanya.

Dengan tersipu ia membalas apresiasiku dengan mengacungkan kedua jempol di tangannya, tak tanggung-tanggung kanan kirinya. Itulah momen yang mungkin sulit dilupakan saat-saat di pengabdian. Mendekati tahun terakhir menetap di pengabdian, pilihanku semakin mantap karena ada banyak pengalaman yang didapatkan di perantauan, entah akan melanjutkan atau kembali pulang. Rasa penasaranku terjawab sudah atas semua cerita-cerita di Natuna ini, atas semua keridoan ayah, izin-izinnya yang selalu ia berikan kepadaku tanpa sepatah kata pun penolakan dalam lisannya untuk melarang putrinya merantau.

Pengabdian ini akan menjadi pengalaman dan akan terus menjadi cerita tidak terlupakan di benakku. Menjadi motivasi diri, mengubah perspektif, dan lebih peka dengan sekitar terhadap isu-isu berkaitan dengan pendidikan. Kini ku paham rasanya mendidik seperti apa, membutuhkan waktu yang tidak begitu sedikit, harus diniatkan dari hati dilakukan juga dengan penuh kesadaran serta kesabaran yang sangat luar biasa. Karena sejatinya, sebagai umat muslim hidup di dunia hanya sementara dan berorientasi kepada akhirat, jika dunia sebagai halte peristirahatan, maka istirahatlah dengan mengisi perbekalan yang berkualitas isilah dengan ilmu pengetahuan. Sebagai bekal dana mal jariyah pada saat nafas terlepas dari raga.

 

Quotes

Tiap langkah tertuang beberapa kisah, tiap kata tertuang menjadi kalimat syarat akan makna. Ke mana pun angin membawamu, tetaplah menjadi spora yang syarat akan tujuan.

 

Profil Penulis:

Amelia Rosliani adalah seorang pendidik di SMP IT Darul Qur-an Mulia Bogor. Membaca menjadi aktivitas rutinnya sebagai penghargaan kepada diri sendiri, menghabiskan waktu dengan para murid di lingkungan Boarding School. Telah menghasilkan 3 buku antologi puisi dan kumpulan cerpen. Dapat dihubungi email : ameliarosliani@gmail.com serta blog : amelsastra.blogspot.com

 

 

Komentar