Manusia Makhluk Ibadah
sumber gambar : dokumentasi pribadi
Ada
banyak macam ujian yang Allah berikan kepada umat manusia, sering kita dengar
dengan tiga kata ini. Antara ujian, musibah, dan azab. Dapat kita telaah secara
mendalam di kehidupan kita sehari-hari. Ujian sebuah rencana Allah untuk
menaikan level manusia ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Musibah, dengan
adanya musibah kita dapat bermuhasabah dari setiap kejadian yang terjadi.
Namun, berhati-hatilah dengan kata yang satu ini, saat semua usaha teguran
kecil Allah sudah menyentil kita sebagai umat untuk bermuhasabah. Tetapi sering
kali lalai dalam melaksanakan perintahnya. Bisa dikatakan sebagai azab agar
manusia menyadari kesalahan selama ini, yang pernah dilakukannya, guna tidak
mengulanginya kembali di kemudian hari. Di tengah wabah pandemi ini, manusia
banyak sekali diuji. Pengujian terlihat dari keluarga, anak-anak yang biasanya
disibukan dengan pembelajaran di sekolah, harus berpindah di rumah, para
pekerja, guru, mahasiswa, semua elemen masyarakat terkena dampaknya.
Mengapa
manusia diuji?
Ketika
ujian itu datang bisa dikatakan hasil ulah sendiri yang telah lama dilakukan
manusia. Sebagai wujud panen layaknya petani yang memanen hasilnya. Sebuah
ujian akan hadir di sekeliling kita entah sebagai teguran yang amat mutlak. Di
mana agar kehidupan manusia ke depannya menjadi lebih baik lagi. Lidah yang
masih sering berbicara kotor, pekerjaan yang masih setengah-setengah. Itulah
macam-macam bentuk ujian. Sama halnya sekarang, di tengah pandemi ini seluruh
umat manusia bukan hanya di dataran negara yang bernama Indonesia saja. Melainkan
sudah menjadi isu global yang sangat mendunia.
Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (QS As-Syuura: 30)
Manusia
dan alam menjadi dua subjek yang saling berkesinambungan, berhubungan satu sama
lain di ruang lingkup sehari-hari. Saling membutuhkan, manusia membutuhkan
lingkungan untuk interaksi antar manusia lainnya, dan dengan alam manusia dapat
mejadikan tempat tinggal menjadi asri. Jika alam sudah menampakan rasa lelahnya
akibat sikap kecongkakan manusia dalam mengurusi dan melindunginya, yasudah
mungkin kita sebagai umat yang angkuh siap-siap menerima konsekuensinya.
Segala
sesuatu pasti ada konsekuensinya. Ada akibat dan sebabnya, setiap keputusan
yang diambil selalu ada konsekuensi yang didapatkan. Jadi, alangkah baiknya
jika semua ujian dan musibah yang menghampiri kita sebagai umat, sebagai umat
dapat bermuhasabah diri dari segala macam ujian dan musibah yang Allah berikan.
Hidup
itu ialah universitas kehidupan yang sangat real
Saya
pernah membaca sebuah kutipan pada sebuah buku motivasi islam. Jika kehidupan
yang sesungguhnya ialah pada saat manusia sudah menaiki tangga kehidupan
berikutnya. Mahasiswa diberikan ujian dalam penyusunan skripsi, tesis, atau
bahkan disertasi, seorang pekerja diberi ujian untuk menaiki level selanjutnya
dalam menapaki karier. Tapi, ada yang kita lupakan, bahwa universitas kehidupan
manusia yang sesungguhnya ialah pada saat sudah menapaki serta melewati
tangga-tangga ujian tersebut. Berbaur dengan masyarakat, menyatu, bahkan
melebur dengan individu lainnya di kehidupan bermasyarakat. Di mana posisi
tersebut kita dapat menyelami bermacam karakter manusia lainnya. Berbagi informasi,
berpendapat, dan memutuska suatu permasalahan, itulah faktanya yang terjadi di
lingkungan sosial.
Manusia
makhluk ibadah
Silahkan
sebutkan segala aktivitas manusia yang tidak berkaitan dengan ibadah. Apakah
ada? Bersyukur, islam mengatur segala sesuatu dengan sangat sistematis dan
rapi, bahkan dalam hal terkecil pun. Bertransaksi, berbicara, berbagi,
berpakaian, dan bertutur kata. Sebab itulah segala sesuatu yang manusia
lakukan, tujuannya bernilai ibadah. Terbukti dengan adanya ayat pada Al Quran
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia melainkan untuk beribah kepada-KU (QS. Adz- Dzariyat: 56)
Esensi
penciptaan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah, dan beribah hanya kepada
Allah SWT semata. Tidak hal lain, tujuan aku hidup dan menempati bumi ini
semata-mata untuk menyembah-MU. Menaati aturan serta menjauhi larangan Allah
SWT.
Maka
dari itu, sangat merugilah bagi manusia yang rela menggadaikan keimanannya
semata-mata dengan kesenangan dunia yang dapat diukur oleh hitungan jari saja.
Paradigm kita telah lama dipupuskan dengan pemahaman-pemahaman yang bersifat
duniawi, jabatan, kepintaran, material. Jika manusia pandai menyadari bahwa
dirinya tinggal di tanah Allah ini sebagai manusia asing, yang sedang singgah
untuk mencari amalan menuju surga. Ia akan menyadari betapa pentingnya
investasi akhirat itu.
Memang
jalan menuju kesempurnaan memiliki rute yang sangat panjang dan memutuhkan masa
serta massa yang bukan hanya sendiri saja. Melainkan, waktu yang dipergunakan
tidak sedikit, lingkungan yang mendukung untuk menjadi pribadi yang lebih baik
lagi. Seperti kutipan Quraish Shihab dengan bukunya yang berjudul “Ada ayng
hilang dari kita : Akhlak” bahwa untuk menjadi manusia yang kuat kita perlu
membutuhkan tali, tali yang dipakai pun harus kuat. Kalau hanya talinya yang
kuat tapi tidak dipegang dengan kua, atau hanya dipegang dengan kuat tapi talinya
rapuh, maka akibatnya akan sama, yaitu terperosok ke dalam jurang yang sangat
dalam. Tali yang kuat itu bernama agama. Karena itu, akhlak harus bersumber
dari ajaran agama.
Komentar