Berkunjung Ke Museum
Nasional Indonesia (museum gajah)
Perjalanan ini
berawal dari temu kangen dengan Restu, kawan selama di Kota Hujan, berkelana ke
mana-mana. Awalnya kami berencana bepergian 3 orang, saya, Restu, dan Gita,
karena Gita berhalangan ikut akhirnya kami memutuskan berangkat hanya berdua
saja. Intinya jalan-jalan di ibu kota tanpa tujuan dan itu yang sering saya
lakukan, biasanya saya melakukan solo traveling dengan rute bepergian hanya
sekitaran ibu kota dan wilayah Jawa Barat saja. Semenjak pandemi, dan maraknya
wabah ini, perjalanan ini menjadi perjalanan awalan saya setelah dilockdown
selama 6 bulan di tempat kerja. Alhasil perjalanan pada saat sebelum pandemic dan
pada saat pandemi sangat berbeda sekali, seperti barang bawaan yang saya bawa
harus bertenteng-tentengan, dengan menerapkan prokes di perjalanan insya Allah
dan rajin mencuci tangan sehabis memegang benda di perjalanan.
Perjalanan kami
dimulai di Stasiun Serpong, transit di Stasiun Tanah Abang, dan kami pun turun
di Stasiun Juanda. Kami tidak langsung menuju Museum Nasional, sebab waktu
mepet dengan waktu zuhur jadi kami singgah terlebih dahulu di Masjid Istiqlal. Lokasi
Masjid Istiqlal ini bersebrangan dengan Gereja Katedral, sungguh penggambaran
keharmonisan dan wujud masyarakat Indonesia. tidak berselang lama, kami
berkemas untuk mengunjungi lokasi kedua di hari itu, yaitu Museum Nasional
Indonesia atau yang biasa disebut dengan Museum Gajah, sebab di depan museumnya
terdapat patung gajah.
Pemandangan museum kali ini sangat berbeda dengan momen-momen terdahulu. Sepertinya saya terakhir mengunjungi Museum Nasional pada saat duduk di SMA kelas X, itu pun tugas mata pelajaran sejarah. Diberi tugas oleh Pak Dadang guru sejarah untuk menyatat informasi-informasi seputar museum. Museum Nasional, terdiri 4 lantai, di setiap lantainya berisi informasi-informasi berbeda. Jika di pintu utama yang pertama kami singgahi berupa artefak-artefak peninggalan seperti arca, prasasti, yang terbuat dari batuan. Lalu kami beralih menuju lokasi selanjutnya yaitu penggambaran awalan manusia dengan lingkungannya. Pada etalase-etalase kaca tersimpan artefak-artefak wujud manusia purba, praaksara, bagaimana bersosialisasi dengan lingkungannya, membuat alat, serta menemukan api.
Berpindah tempat kembali kami menuju ke lantai 2 kami melihat peninggalan kerajaan pertama Hindu di tanah air, peninggalan dari Kerajaan Kutai berupa prasasti Yupa dengan raja yang sangat terkemuka Raja Mulawarman. Kami melihat penemuan prasasti Ciareuteun peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang terletak di wilayah Jawa Barat. Ada banyak sekali pengetahuan di lantai 2 ini, dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. karena museum sedang masa perbaikan jadi kami tidak sampai melihat, peninggalan kerajaan Islam di tanah air.
Oh iya di
lantai 2 ini kami melihat sejenis alat transportasi tradisional sampai
transportasi menuju arah modern yang pertama di dunia. Dari replica Candi
Borobudur, ikon Indonesia dengan candi terbesar di Indonesia yang menarik
perhatian wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Lalu kami beralih ke
lantai 3, di sana kami melihat periode sejarah Indonesia sebelum merdeka. Tepatnya
pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, ada yang menarik perhatian saya di
sini, saya melihat cetakan uang yang biasa digunakan untuk alat tukar jual beli
pada masa penjajahan. Di mana dicetakan uang tersebut terdapat logo VOC, yang
menjadi monopoli perdagangan pada zaman tanam paksa. Lantai 4, berisi
perhiasan-perhiasan peninggalan zaman dahulu serta emas, jadi kami urung naik
ke lantai 4 sebab tidak diperkenankan untuk mendokumentasikan pada sebuah foto.
Untuk menjaga kerahasiaan, dan rasa sungkan saya terhadap benda bersejarah
akhirnya kami mengurungkan niat untuk tidak menutup perjalanan hanya sampai
lantai 3 saja.
Well,
perjalanan kali ini sangat bermanfaat dan memiliki pesan moral serta
pengetahuan. Bahkan kawan yang saya ajak pun dia baru pertama kalinya
berkunjung ke Museum Nasional Indonesia ini karena diajak oleh saya dengan cara
memaksa via WA wkwk. Bagi saya, berkunjung ke museum menjadi sebuah agenda yang
rutin saya kerjakan dan lakukan, pertama dari kecil saya tertarik dengan
sejarah dan bahasa. Sebab, kedua kosakata itu menjadi pemicu saya untuk
mengambil fakultas pendidikan. Namun lebih konsentrasi kepada persoalan sastra,
budaya, dan seni. Bahasa dekat dengan sejarah, tanpa sejarah manusia tidak akan
mengetahui asal-usulnya. Sejarah itu seperti urat nadi, sama seperti bahasa. Seperti
adik dan kakak yang saling keterikatan, tidak dapat dipisahkan.
Perjalanan weekend kami mengunjungi tempat bersejejarah di Ibu kota Jakarta ini sangat menawan melihat ibu kota sekarang sangat tertata rapi, banyaknya transportasi publik yang mudah diakses sama warja Jakarta maupun warga luar Jakarta. Sehabis ini ke mana lagi yaa…
sekian perjalanan sejarah saya.
Komentar