Boschaa Yang Masih Menjadi Impian

 

Boschaa Yang Masih Menjadi Impian

Tulisan ini mengandung bawang dan kenangan, bagi generasi 90-an siap-siap harus menahan perasaan karena mengenak masa-masa kecil yang jauh dengan gawai. Masa lalu, terutama kenangan masa kecil menjadi kenangan sangat saya kenang dan terharu. Masa di mana untuk pertama kalinya diajak merantau oleh keluarga, menemukan suasana baru di kota orang lain. Film drama musikal yang diperankan oleh Derby Romeo dan Sherina Munaf menjadi film yang sangat diminati oleh anak-anak masa itu, terutama yang lahir di tahun 1990-an. Kenapa ya?

Memasuki tahun 2000-an ialah menjadi masa penentu, masa di mana kita sebagai generasi 90-an belum begitu lumrah dengan alat teknologi yang sekarang ramai dipergunakan anak-anak masa kekinian. Saya memiliki masa kecil yang amat sangat mengesankan, masih bisa bermain di tengah hamparan sawah yang selesai di panen, melihat pemandangan tengkulak menimbang berton-ton gabah dari pengepul, menyaring ikan di sungai, mencuci baju di sungai, mengambil sisa padi di sawah, sampai mencari keong di tengah sawah.

Pemandangan seperti itu sudah sangat jarang dijumpai jika pulang ke kampong halaman. Efek digital teknologi memberikan dampak yang sangat pesat, tak hanya di perkotaan saja melainkan memberikan dampak untuk pedesaan. Di satu sisi memiliki dampak positif untuk mempromosikan dagangan sebab dengan menggunakan teknologi, strategi pemasaran produk pun meluas hingga ke ranah media sosial. Mungkin efek kurang baiknya, menjadi jauh dan tidak mengalaminya masa-masa yang dilakukan generasi 90-an. Beda generasi, bed acara permainan hehe

Di masa itu, bukan hanya jenis permainan tradisional saja yang sangat ramai di kalangan generasi 90-an. Film, pakaian, tas, kaset music, sampai boyband dan girlband pada masanya J hehe. Sebut saja Trio Kwek Kwek, grup penyanyi anak kecil yang terdiri dari 3 anak berbakat yang sangat terkenal pada masa itu. Rasanya tidak ada anak di masa itu yang tidak mengenalnya hehe. Saya senang menjadi generasi 90-an, senang di lingkungan yang memiliki banyak teman, tidak membeda-bedakan orang tua, fisik, sehingga waktu dari pagi sampai malam yang dilakukan hanya bermain. Seriusnya ada sih, di sekolah haha

Dari cuplikan film Petualangan Sherina, saya amat sangat menyukai Bandung. Jauh sebelum Dilan mengejar Lia yaaa wkwk. Kok bisa suka sih?. Nah awalnya saya Cuma suka aja pas alur yang berbau kompetisi, terutama Sherina sama Sadam haha. Emang yaa…bukan hanya itu saya juga suka suasana rindang, adem, dan suara jangkrik di tengah hutan. Yaa, dapat dibilang film ini yang membuat saya menyukai ransel, gunung, lembah, pohon pinus, dan tak lupa Penoropangan Bintang Boscha. Love it. Sepertinya sudah menjadi cita-cita yang belum tersampaikan, dan harus terealisasikan secepat mungkin. Bagi orang lain mungkin receh ya, cita-cita kok pengen ke Bandung. Duh, bukan masalah kotanya, sebab saya suka sejarah dari tempatnya dan latar filmya, padahal saya jarang banget terbawa sama alur. Tapi, setelah menonton film Petualangan Sherina kok malah bertahun-tahun yaa. Malah sampai 26 tahun wkwk

Ada banyak tempat-tempat wisata di Indonesia yang sangat dikunjungi, selain memiliki nilai sejarah tempat wisata tersebut memiliki pemandangan yang amat luar biasa. Saya bisa saja tergila-gila dengan Bandung karena film Petualangan Sherina, atau bisa saja saya amat suka gunung karena terlalu terbawa suasana film 5. Tak hanya itu ternyata kerecehan saya terhadap tempat yang ada di film, saya saking penasarannya bisa saja membuat list untuk dikunjungi tempat yang ada di film, misalnya ke Bangka Belitung karena terhipnotis oleh film Laskar Pelangi hehe.

Itulah jenis penginterpretasi yang saya lakukan, kaau bukan membuat daftar penulis buku yang ingin didatangi, lalu dimintai tanda tangan atau swafoto bareng yaa selanjutnya mengunjungi tempat yang ada fi film atau novel wkwk. Jangan terlalu diikutin ya, soalnya capek hehe hobi orang kan beda-beda. Ada yang sukanya beli buku saja tapi malas baca, ya ada juga sih kan tergantung masing-masing individunya.

 

Bogor, 3 September 2020

 

Komentar