Bermimpi di Perantauan
sumber : goodreads.com
Judul buku : Rantau 1 Muara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka
Tahun terbit : Agustus 2013
Tebal : 407 halaman
Rantau
1 Muara ini adalah buku trilogi dari series lanjutannya yang berjudul Negeri 5
Menara, buku keduanya berjudul Ranah 3 Warna.
Berbeda dengan kisah perjalannya sang tokoh utama Alif
Fikri, jika di buku pertamanya mengisahkan perjalanan seorang remaja yang
dipaksa oleh orang tua untuk mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Pencarian
jati diri seorang remaja dalam menggapai mimpi, belajar agama di tanah
perantauan hingga adanya sohibul menara (Alif, Dulmajid, Atang, Raja, Baso,
Said).
Di buku ketiganya ini lebih banyak menceritakan kisag
Alif Fikri sebagai wartawan di negeri perantauan di Amerika Serikat, lebih
kompleksnya dalam perjalanannya mencari serta menggapai mimpinya untuk menetap
di Amerika dengan wanita pujaannya.
Perjalananya pada saat lulus kuliah, untuk memantapkan
karier di tanah perantauan Alif dibimbangkan dengan tujuan ia selama ini kuliah
mengikuti passion atau hanya menuruti
nafsu materi saja. Bertemakan tahun 1998, penentuan karier Alif dimulai untuk
merantau kembali di tanah Jawa. Pada awalnya Alif sekolah di Bandung, setelah
lulus ia kembali merantau untuk menjadi wartawan di Jakarta. Inilah awalnya
Alif menentukan perjalannya akan ke mana dan di mana ia akan menetap.
Sama seperti judul bukunya, Rantau 1 Muara ke mana
manusia merantau, pasti 1 tujuan utamanya dalam mencapai kebahagian yang
hakiki. Buku ini bukan hanya menceritakan kisahnya mengenal diri sendiri pada
saat merantau, bertemu teman baru, dunia di pekerjaan seperti apa. Terlebih
dari itu semua baying-bayang kompetisi selalu ada di dalam benak manusia. Termasuk
Alif, selalu merasa tertang dengan guyonan kawan lamanya bernama Randai. Sosok Randai
ini dapat mempresentasikan sosok di satu sisi menjadi kawan dan lawan dalam hal
akademisi. Sisi positifnya dari sikap Randai menjadi motivasi eksternal seorang
Alif untuk menggapai impiannya berkeliling dunia. Lawan yang pandi lebih baik
daripada teman yang bodoh Hal 371.
Pencarian pekerjaan dan penentuan masa depan dalam
membina rumah tangga, tidak heran bukunya berjudul Rantau 1 Muara. Penginterpretasian
saya di mana manusia merantau dan menetap ia agar tidak lupa untuk pulang. Pulang
dalam artian yang sesungguhnya, menuju Sang Ilahi. Saya selalu suka
mantra-mantra pada buku trilogi ini. Jika di buku Negeri 5 Menara Man Jadda Wajjada menajdi kata yang
simbolis pembanguan keenam sahabat sohibul menara. Man Shabara Zhafira menjadi mantra di series keduanya Rantau 3
Warna, di mana kesungguhan saja belum cukup jika tidak dengan diiringi dengan
bersabar. Dan sampai pada klimaksnya di buku terkahir ini mantara Man Saara Ala Nabi Washala ketika
manusia bersungguh-sungguh, dengan diiringi kesabaran tiada henti, selanjutnya
langkah manusia harus mengingat tujuan hidupnya bahwa siapa yang berjalan di
jalannya akan sampai di tujuan. Intinya dengan penuh konsistensi.
Saya menggaris bawahi, menjadi sungguh-sungguh, sabar,
dan konsisten di bidang tertentu. Bahwa kesukesan itu dilihat dari segala macam
bentuk usaha kita, niat, dan sikap konsisten terhadap passion. Mengambil latar tempat di
Amerika Serikat, alur yang saya sukai mengenai serangan gedung WTC pada
tanggal 11 September. Menjadi big issue
bagi tokoh Alif, di mana bukan hanya alur yang terjadi di dalam novel saja
melainkan penulis pernah merasakan situasinya. Menakjubkan
Banyak hikmah setelah menyelesaikan novel ini, bahwa
kita hidup di dunia tidak perlu merasa bimbang terhadap sesuatu yang belum
jelas. Dunia itu rata, di atas langit di
bawah tanah. Kalimat yang setelah selesai membacanya saya terngiang-ngiang.
Esensi kehidupan, khususnya manusia sebagai khalifah di muka bumi, tak lain
untuk mengamalkan segala pengetahuan serta pengalamannya kepada khalayak. Sebaik-baiknya
manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain (H.R Ahmad Ath Thabrani)
Selain itu, kutipan Imam Syafii tentang menimba ilmu
di perantauan, Merantaulah gapailah setinggi-tingginya impianmu. Bepergianlah. Maka
ada lima keutamaan untukmu. Melipur duka dan memulai penghidupan baru. Memperkaya
budi, pergaulan yang terpuji, serta meluaskan ilmu. Sebab hidup ini kita pada
hakikatnya perantau. Suatu saat kita akan kembali pulang. Konotasi kata pulang
menuju keabadian atau pulang kepada kampung halaman untuk mengamalkan ilmu.
Komentar