[ARTIKEL] Life Style Masyarakat Maya


Life Style Masyarakat Maya

sumber : freepik.com
Perihal menetap dan ditetapi menjadi dua kata kerja yang mungkin sekarang sering terdengar. Tidak sedikit yang mengucapkannya, atau bahkan mendengarnya. Khususnya bagi kaum urban yang menetap di ibu kota. Tuntutan karier dan privasi seakan saling berbentrok seolah tidak akan terjadi apa-apa. Kehidupan kaum urban yang notabenenya bergabung dengan keramaian, produktifitas, seolah kehilangan ruang gerak masalah privasi. Menetap, ada banyak makna jika membahas mengenai menetap. Seperti sekarang ini ramainya mengekspos sikap diri sendiri/ privasi di sosial media, padahal akan banyak sekali dampak yang ditimbukan di kemudian hari. Sebut saja sikap insecure terhadap diri sendiri atau bahkan dengan orang banyak. Merasa tidak aman itu keharusan, contohnya seseorang sudah merasa tidak aman jika diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan privasi. Percaya atau tidak, masyarakat kita sekarang bergantung sekali dengan opini orang-orang yang belum jelas alur dan jalannya. Saya menyebutkannya, angin lalu yang bergantung pada kehidupan maya di sosial media.
Semakin sering memposting segala aktivitas yang berkaitan dengan privasi justru semakin tidak memiliki ruang gerak untuk diri sendiri. Dunia maya dan dunia nyata seakan bentrok hanya sebatas sebuah postingan. Keaktifan seseorang bukan hanya dilihat dari sering atau tidaknya membagikan aktivitas sehari-harinya di sosial media. Seakan-akan ruang nyata kita menjadi kosong, berupa cangkang saja. Sebab, semuanya sudah diisi penuh oleh dunia maya yang hanya dinikmati secara virtual. Bagi yang bijak akan mempergunakan sosmed sebagai sarana untuk wadah lain, misal berniaga dan dakwah. Tapi hanya sedikit yang menjadikan sosial media sebagai wadah tersebut.
Terlebih dengan maraknya arus globalisasi, masyarakat dapat mengaskes apa saja serta kapan saja. Berbagai macam postingan publik dan bukan publik seakan-akan telah mengelabui dari sektor kehidupan. Menjadikan publik figur di kehidupan, dari gaya berbahasa atau bahkan bergaya. Kehidupan menjadi berubah, dan melupakan sifat yang lain. Iming-iming gaul dan tidak ketinggalan zaman, hanya mengedepankan life style. Hingga akhirnya muncul sifat konsumerisme.
Menjadi kaum urban yang tinggal di ibu kota setelah lulus kuliah untuk melanjutkan hidup, dan beradaptasi pada sebuah pekerjaan. Terlalu kompleks untuk dibahas satu per satu, kita lebih sering berkomunikasi, bercanda, dan berinterkasi melalui nonverbal ketimbang verbal. Dengan sarana sosial media, menganggap semuanya akan baik –baik saja dan menerima setiap kata yang kita ketik hanya dengan ibu jari, bukan sebuah diskusi panjang penuh petuah. Jadi, perlu bijak dalam menilai semuanya mau menjadi masyarakat yang menjadikan sosial media sebagai wadah positif, atau sebagai tujuan hidup.
Lalu apa hubungannya dengan privasi?
Sebuah privasi yang baik, diikuti dan dikemas sedemikian rapinya oleh seorang tersebut. Anggaplah seorang tersebut memiliki pakem atau batasan khusus. Mengenai bagaimana orang lain harus mengetahui batasnya, dan posisi aman seseorang tersebut untuk mengekspresikan sesuatu. Lalu apa yang dimaksud dengan ditetapi? Sebuah komitmen, bukan hanya berkaitan dengan definisi pemilihan tempat makan untuk nongkrong, atau sedang menentukan film apa yang akan ditonton pada weekend bersama sahabat. Oke, itu semua mungkin terlalu simple di tengah kesibukan bagi kaum urban, sedangkan pengahrapan dan pertanyaan silih berganti atau bahkan bertubi-tubi di kampung halaman.
Lambat laun, muncullah beragam opini baru dan kata kerja baru menjadi insecure, dan toxic. Ketika sikap adaptasi bukan lagi menjadi sebuah halangan ketika tinggal atau menetap di ibu kota. Apakah menjadi sebuah bukti bahwa kehidupan yang nyata itu memang sangat kejam ? haha kejam dengan beragam banyak pertanyaan yang kadang memang sudah diketahui jawabannya. Hmm jika saja saya penganut basa basi mode on mungkin akan menimpalinya, masalahnya saya tidak tahu untuk menimpalinya selain memberikan sebuah senyuman paling manis yang saya miliki wkwkwk

Nah, jadi apa solusinya? Di sini saya dapat ambil kesimpulan hahaha jangan sampai menjadi toxic people dan membuat orang lain insecure. Memiliki pakem dan lingkaran tertentu memang harus disigapi pada masing-masing individu di zaman serba sosial media seperti sekarang ini. Saat kesibukan mengalahkan semuanya pasti deh yakin, dirimu akan menjadi lebih produktif, khususnya untuk hal yang positif. Bisa menciptkan sebuah karya, membuat relasi yang luas karena usia produktif sudah sepantasnya membuat relasi yang luas untuk di masa depan.

Amelia Rosliani
pendidik yang menyukai dunia literasi
Bogor, 2020

Komentar