Digitalisasi dalam Konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia


Membaca dan menulis seolah tak dapat dipisahkan, di mana menjadi sebuah aktivitas yang membutuhkan motorik tangan dan otak menjadi satu. Tapi, apakah pembelajaran menulis di kelas sudah terealisasikan dengan baik? Apakah anak-anak di kelas sudah menyukai proses pembelajaran menulis dengan tanpa adanya paksaan? berkali-kali saya berpikir apa suatu proses menulis yang membuat mereka tak menyukainya disebabkan oleh kebiasaan yang tidak membiasakannya dari awal proses pembelajaran itu berlangsung. Bisa pula disebabkan oleh faktor lingkungan di mana belum ada figur yang tepat seorang anak untuk memulai dan menyukai buku dijadikan bacaan dan hobi.
            Pembelajaran menulis di tingkatan sekolah mengenah pertama khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi sorotan yang paling saya fokuskan. Sebab sering saya temukan di lapangan banyaknya kesalahaan yang dibaca dan dilihat pada susunan serta struktur kalimat pada sebuah bacaan. Entah itu kesalahan pada kaidah kebahasaannya atau pun dari ragam penulisan seorang anak milenial saat ini, yang setiap hari hampir aktif berkomunikasi atau bahkan berinteraksi dengan gawai.
            Semakin pesatnya arus globalisasi saat ini menjadikan gawai ramai dipergunakan oleh kalangan masyarakat, keramaian itu menjadikan semua kalangan bahkan anak yang belum siap akan gawai orang tua dengan rela-rela membelikannya hanya disebabkan sedang tren. Dari sikap seperti ini seorang anak akan menghabiskan waktu lebih lama dengan mainan barunya, dan lupa akan kewajibannya sebagai pelajar untuk belajar. Aktivitas dengan gawai, dari permasalahan yang saat ini ramai diperbicarakan saya tertarik untuk menghubungkan perilaku anak yang sudah menyukai gawai dengan perilakunya dalam hal tulis-menulis dalam media buku.
            Di sini saya menemukan perbedaan seorang anak yang senang atau sudah terbiasa berinteraksi dengan gawai dengan anak yang belum berinteraksi atau bahkan membatasi penggunaannya. Sebab pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kelas akan sangat lumrah bila menemukan atau bahkan membaca hasil tulisan seorang siswa pada salah satu tugasnya. Dapat dikerucutkan bahwa seorang anak yang terbiasa berinteraksi dengan gawai cenderung kesulitan dalam memperindah dalam hal tulis menulisnya, sebab saraf motorik tangannya sudah terbiasa dengan benda elektronik. Maka dari itu, pembelajaran bahasa Indonesia memprioritaskan agar seorang anak terbaisa untuk menulis dalam lembar kertas atau buku.
            Pengaruh modernisasi dan pesatnya benda-benda elektronik memang banyak sekali pro dan kontranya di lingkungan bermasyarakat, seharusnya kita sebagai konsumen sudah mengetahui lebih dulu dampak apa yang nantinya akan ditimbulkan. Lebih ke hal positif atau negatif, sejatinya sebagai masyararakat yang melek akan digitalisasi dan teknologi dapat menyembangi pesatnya arus modernisasi dengan sangat cekatan dan pintar. Maka dari itu, jangan menjadikan teknologi sebagai tujuan hidup, tapi sebagai keberlangsungan atau mendia dalam menemani keseharian yang memberikan banyak kemudahan serta fleksibel dalam melakukan aktivitas.

Komentar