[REVIEW BOOK] Kerumunan Terakhir Karya Okky Madasari

Sepotong kisah tentang kegagapan manusia di tengah zaman yang berubah cepat, yang tak memberi kesempatan setiap orang untuk diam dan mengenang, berhenti dan kembali ke belakang. Dari satu kerumunan ke kerumunan lainnya, dalam kebisingan dan keasingan, generasi zaman ini berbondong-bondong meninggalkan masa lalu menuju masa depan.
tapi di manakah masa depan itu? (sinopsis yang terletak di sampul belakang)


"Aku hidup di dunia yang sama sekali tak pernah dialami dan terpikirkan oleh simbahku saat seusiaku-bahkan ketika ia sekarang masih hidup di usianya yang hamper Sembilan puluh tahun. Jangankan Simbah, sepuluh tahun lalu pun aku tak pernah membayangkan dunia akan jadi seperti ini dan aku akan hidup dengan cara seperti ini" Percakapan awal yang terdapat di bagian depan novel, di mana penulis menjadi tokoh utama yang bernama Matajaya.

Secara garis besar yang dapat saya ambil setelah selesai membaca novel ini ialah tentang kegagapan manusia akan perkembangan  zaman. Kecanggihan teknologi menjadikan manusia rajin memakai topeng untuk bepergian ke mana-mana, dapat dengan mudah mengubah topengnya kapan pun dia mau. Hampir sama dengan novel-novel karya Okky sebelumnya yang pernah saya baca, pesan yang disampaikan kepada pembaca mengenai kritikan sosial yang terjadi di lingkungan bermasyarakat yang tidak jauh dengan bersosialisasi, ada banyak masalah yang dialami masyarakat dalam lingkungan bersosial. Kali ini penulis mengangkat isu yang sedang hangat-hangatnya, berupa digital. Di mana sekumpulan manusia setiap detik, menit bahkan hari-harinya dihabiskan untuk berbincang dalam gawai masing-masing. Fenomena seperti ini yang kadang kita lupa bahwa patut menjadi topik yang bagus sekali dibicarakan. Penggambaran tokoh utama menjadi tolak ukur dari semua kisah dalam novel ini, Matajaya lahir dari keluarga yang cukup pendidikan namun enuh dengan pertanyaan dan kebencian yang tertanam pada diri Matajaya. Matajaya hidup dalam dua dunia, nyata dan maya, kegagapannya terhadap teknologi menjadikannya telah menjai tokoh utama dalam dunia keduanya yang berhasil ia buat. Maera, tokoh kedua yang banyak sekali disebutkan oleh tokoh utama., Maera perempuan berpenampilan masa depan, penuh ambisi, obsesi dan harapan-harapan yang ada di masa depan. Perempuan yang memiliki obsesi dan cita-cita di masa depan yang terus-terusan berbicara dan mempromosikan masa depan kepada Matajaya, kekasihnya yang tidak ada harapan dan tidak punya cita-cita untuk masa depan. Hingga pada suatu saat, sikap penasaran pun terbersit pada diri Matajaya untuk memulai membuka diri dan berbaur dengan manusia-manusia masa depan yang selalu dibicarakan oleh sang kekasinya, Maera. Matajaya lahir dari kecanggihan teknologi dan jaringan luar digital, berbincang banya bahkan berkoar-koar di dunia maya, sang penakluk ulung yang bermodal jari untuk mengetik dan jaringan internet. Matajaya lahir dari kebisuan akan teknologi, sikap penasaran akan masa depan yang 'katanya' menjanjikan segala rayuan dan buaian bak ibu membuai anaknya.
Mengambil benang merah dari novel ini, saya mengambil simpulan bahwa ada banyak hal yang perlu dikritik yang terjadinya di sekitar kita. Contoh kecil, dari penggunaan sosial media, banyak orang-orang mengejar eksistensi dalam ranah dunia maya, bertukar posisi dengan kenyataan yang ada di lingkungan dunia nyatanya. Masa depan, seperti yang dibicarakan oleh para tokoh-tokohnya, menjanjikan segudang harapan yang indah, dari ambisi yang akan terealisasikan,, tapi dibalik itu semua terselip tantangan yang bahkan lupa untuk dipikirkan. Penggambaran tokoh Matajaya seorang laki-laki yang loser pun menjadi contoh, bagaimana seorang yang tak memiliki pekerjaan dan cita-cita akan masa depannya, menjadikan dunia maya menjadi dunia keduanya yang berhasil ia buat dan bentuk. Masalah kemananusiaan pun lahir, dalam sebuah kehidupan yang penuh ilusi dan berbanding terbalik dengan sesuatu yang terjadi dengan kehidupan sebenarnya di dunia maya.
Menurut saya, Okky serius membahas problematika manusia zaman now yang selalu terus-terusan mengejar eksistensi dalam dunia ilusi yang dibuatnya lewat teknologi, ini novel pertama yang saya baca mengenai teknologi, lebih tepatnya menjurus ke kritik sosial.

Demikian ulasan saya tentang novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari :)

Komentar