[REVIEW PUISI] Tuan Sajak "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Ada banyak cara untuk menginterpretasikan sebuah puisi, dari sudut apa dan mana. Setiap orang bebas menginterpretasikan makna yang terkandung dalam isi puisi tersebut. Katrya Sapardi Djoko Damono terkenal dengan karya-karyanya yang sangat puitis akan karya sastra, dalam mengelompokkan kata-kata puisinya untuk menjadi sangat indah ketika dibacanya, dan memberikan penafsiran yang luar biasa bagi si penikmatnya. Pembaca bebas dalam menginterpretasikan sebuah karyanya. Dalam bukunya yang berjudul Hujan Bulan Juni, di dalamnya kumpulan sajak dari tahun 1959-1994 mengupas kegundahan, rasa tunggu, menunggu, keresehan, serta isi hati yang memendam rasa rindu dan haru. Dari kumpulan sajak tersebut, saya akan memberikan hasil interpretasi menurut pandangan saya terhadap sajak yang berjudul,
Tuan
Tuan, Tuhan bukan? Tunggu sebentar,
Saya sedang keluar.

(1980)
Sajak yang diciptakan pada tahun 1980 tersebut sangat memiliki makna yang mendalam. Di mana, posisi manusia dan Tuhan saling beradu bahkan mendiami satu posisi bahkan tempat. Dalam bait pertama Pak Sapardi ingin menyampaikan bahwa, sudut pandang pertama penulis yang tahu posisi sebagai manusia yang bertanya kepada orang lain. kata "Tuhan" pun memiliki arti yang sangat luas, dapat diinterpretasikan sebagai Tuhan yang nampak, dan penginterpretasian Tuhan yang tak nampak, di mana Tuhan bagi umat muslim hanya Allah SWT. Dilanjut dengan lata berikutnya setelah kalimat tanya, kata "tunggu sebentar" terbukti sikap manusia, dengan sikap kritisnta yang bertanya kepada makhluk lain, dapat dikatakan sebagai bentuk pemberontakan dari semua seluk beluk, krprotesan akan kepenatan hidup, bahkan kesemrawutan aktivitas hidup di mata manusia. Ocehan seorang manusia yang bertanya kepada seseorang yang memiliki kedudukan paling tinggi dalam konteksnya.
Kemudian, dilanjut dengan kata "Saya sedang keluar", terbukti, manusia yang telah mengeTuhankan benda yang tak bernyawa bahkan manusia sekalipun akhirnya lelah lalu bertanya balik dengan pertanyaan yang dari awal sebagai pembuktian yang ril, sikap manusia yang kerap dianalogikan sebagai Tuhan di tempat-tempat lain. 
Tuhan di tempat umum.
Tuhan di tempat kerja.
Tuhan di tempat tidur.
Tuhan di ruangan senyap.
Dan, masih banyak Tuhan-Tuhan lain yang di  zaman modern ini, kerap  manusia anggap sebagai Tuhan nomor satu.
Karena, simpulannya, senomor satukan apapun tujuan manusia di berbagai tempat, jangan sampai lupa akan Tuhannya sendiri, apalagi sampai mengeTuhankan Tuan untuk menjadi Tuhan.

Komentar